Patung Pink yang Bikin Gagal Paham

SAMARINDA – Sejak akhir tahun 2024, jika kita melewati persimpangan empat lampu merah Lembuswana, kita akan disuguhi pemandangan baru yang menarik perhatian. Taman yang sebelumnya dihiasi dengan tugu replika Penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha kini telah direvitalisasi oleh Pemerintah Kota Samarinda menjadi sebuah patung dengan desain seni arsitektur modern yang dilapisi warna pink mencolok, sehingga menimbulkan kebingungannya.

Tugu yang awalnya dirancang dengan konsep monumental ini justru memicu keramaian di berbagai platform media sosial karena adanya kesalahpahaman di kalangan masyarakat. Bisa jadi para inisiator pembangunannya yang mungkin kurang memiliki pemahaman yang memadai akan seni arsitektur di ruang publik lalai untuk melibatkan fihak-fihak yang memiliki kompetensi membuat seni patung yang dapat disajikan bagi masyarakat dari berbagai kalangan.

“Kalian tidak ada yang mau bertanya tentang tugu siluet pink itu kah?,” canda Walikota Samarinda, Andi Harun, kepada para awak media yang mewawancarainya seusai acara Ekspose Perencanaan Bisnis 2025 – 2029 Perusahaan Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Kencana di Crystal Ballroom Hotel Mercure, Jalan Mulawarman, Samrinda, Rabu (08/01/2025).

Pada suatu kesempatan, Kepala Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Samarinda, Andriani Hanina, menjelaskan bahwa tugu yang dibangun dengan desain abstrak ini menelan biaya sebesar Rp 1,1 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2024. Tugu tersebut dirancang untuk menggambarkan siluet pesut Mahakam.

“Menurut arsiteknya, bentuk ini adalah representasi (dari) siluet pesut,” katanya.

Meskipun mendapatkan berbagai tanggapan, Andriani berharap tugu Pasut Mahakam ini dapat menjadi simbol kebanggaan Kota Samarinda dan mengingatkan masyarakat akan pentingnya upaya pelestarian fauna endemik Sungai Mahakam.

“Tugu ini juga diharapkan dapat menjadi ikon baru Kota Samarinda,” ujarnya.

Pada kesempatan terpisah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan tugu, Uwim Mursalim, menyampaikan bahwa tujuan utama pembangunan tugu ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai keberadaan pesut Mahakam yang hampir punah.

“Ini merupakan upaya untuk mengingatkan masyarakat mengenai hewan khas Mahakam yang hampir punah,” tuturnya.

Kembali pada kesalahpahaman yang muncul di kalangan masyarakat, ada kemungkinan patung siluet pesut ini dibangun oleh kontraktor tanpa melibatkan praktisi seni rupa atau ahli kurasi karya seni yang berkompeten. Akibatnya, penjelasan dari pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Samarinda mengenai makna yang terkandung dalam tugu tersebut justru menambah kebingungan di kalangan warga.

Ada yang menafsirkan, dalam medsos, dengan menulisnya sebagai rupa bentuk V tiga dimensi yang berwarna pink. Bahkan ramainya perbincangan tentang ikon baru ini hingga, bagi warga yang mempunyai memori film kartun serial Spongebob, ada yang menyebutnya sebagai “Cacing Alaska”.

Penjelasan tentang siluet Pasut jelas tidak memuaskan, karena walaupun bukan seniman, rata-rata orang akan tahu bahwa siluet itu secara harfiah artinya adalah bayangan. Rupa bentuk bayangan memang bisa bertransformasi dalam sebuah karya seni patung tetapi paling tidak wujud aslinya masih bisa dikenali.

Bagi banyak warga Kota Samarinda, tugu siluet yang terletak di perempatan Lembuswana tampaknya tidak menyisakan kesan yang dapat menggambarkan hewan mamalia air tawar tersebut.

Tugu Pasut Mahakam ini dapat dikategorikan sebagai karya seni rupa nonfiguratif, atau lebih dikenal sebagai patung abstrak. Penjelasan tentang tugu tersebut tampaknya hanya bisa dipahami dengan jelas oleh pembuatnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang setuju, akan menerima penjelasan tersebut, sementara yang tidak sepaham akan merasa kebingungan.

Namun, umumnya karya seni patung seperti ini lebih cocok dipajang di taman seni, seperti Taman Cerdas yang berada di samping rumah jabatan wali kota, atau dipamerkan di galeri-galeri seni.

Hanya saja, untuk lumrahnya, karya patung bergenre seperti ini biasanya ditampilkan di taman seni, Seperti Taman Cerdas yang ada di samping rumah jabatan walikota, atau dalam pameran di galeri-galeri seni.

Hiruk pikuk lain, berkaitan dengan tugu ini, adalah tentang anggaran biaya. Sebagian orang menilai bahwa Rp 1,1 milyar adalah terlalu besar untuk ukuran patung dengan tinggi berkisar 8 meteran ini. Hal ini semestinya tidak menjadi masalah, karena metode perhitungan anggaran biaya menciptakan sebuah bangunan yang sangat kental dengan nuasa seni arsitektur tentunya akan sangat berbeda dengan konstruksi bagunan gedung, jalan atau infrastruktur lainnya. Patung adalah karya seni, sehingga nilai harganya cenderung subjektif, dipengaruhi juga dengan kelas senimannya sendiri. Untuk seniman senirupa abstrak sekelas almarhum Afandi tentunya harga akan mempunyai nilai sangat tinggi terhadap karya ciptanya.

Pelajaran yang bisa diambil dari hal ini adalah pentingnya melibatkan seorang kurator seni dalam pembuatan tugu dengan desain seni arsitektur nonfiguratif atau abstrak di ruang publik. Menghadirkan sebuah karya seni dengan konteks yang jelas dan dapat diterima oleh masyarakat awam memang bukanlah tugas yang mudah.

Tugu Pasut Mahakam ini dapat menjadi teladan bahwa merepresentasikan sebuah nilai seni ideal dalam rangka memantik kesadaran warga untuk peduli terhadap kelangsungan keberadaan Pasut Mahakam memang bukan persoalan yang bisa digampangkan. []

Penulis : Himawan Yokominarno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com