SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan bahwa proses relokasi pedagang Pasar Subuh bukanlah keputusan mendadak, melainkan melalui tahapan panjang dan penuh pertimbangan. Pernyataan ini disampaikan oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setkot Samarinda, Marnabas Patiroy, menanggapi penolakan relokasi yang beberapa waktu terakhir muncul di kalangan pedagang.
Marnabas menjelaskan bahwa wacana mengenai relokasi Pasar Subuh sudah ada sejak tahun 2014, saat pemilik lahan mengajukan permohonan resmi agar lokasi tersebut dikosongkan. Pada waktu itu, Pemkot Samarinda belum memiliki lokasi yang memadai untuk dijadikan tempat relokasi, sehingga permintaan itu tidak dapat diproses lebih lanjut.
“Tahun 2014, pemilik lahan sudah bersurat kepada Pemerintah Kota untuk meminta relokasi. Artinya, mereka sudah meminta supaya lokasi tersebut dibersihkan. Namun, karena Pemkot pada saat itu belum memiliki tempat relokasi yang layak, permintaan itu pun tertunda hingga akhirnya kami mencari lokasi yang tepat,” jelas Marnabas pada Jumat (09/05/2025).
Proses konkret relokasi baru dimulai pada tahun 2022, ketika Pemkot membangun fasilitas relokasi di Pasar Dayak Beluluq Lingau. Satu tahun kemudian, pada 2023, para pedagang diundang untuk meninjau lokasi baru tersebut. Pemerintah juga menggelar pertemuan dengan camat dan perwakilan pedagang untuk mendengar berbagai aspirasi mereka.
“Berbagai permintaan dari pedagang telah kami tampung. Mereka mengeluhkan beberapa hal, seperti ukuran lapak yang kurang memadai, kurangnya kanopi untuk melindungi dari panas, serta kebutuhan akan air dan IPAL yang lebih baik. Kami sudah memperbaiki fasilitas tersebut, menambahkan pasokan listrik karena para pedagang berjualan pada subuh hari, serta memastikan keamanan dan kebersihan 24 jam,” tambah Marnabas.
Selama satu setengah tahun, Pemkot Samarinda berusaha memenuhi segala kebutuhan para pedagang agar relokasi dapat berjalan lancar dan layak. Bahkan, jadwal relokasi disesuaikan dengan permintaan pedagang, agar tidak terjadi sebelum hari-hari besar. Namun, penolakan muncul setelah proses ini berjalan, terutama setelah adanya pergantian kepengurusan paguyuban pedagang.
“Setelah ada pergantian pengurus, tiba-tiba muncul penolakan saat kami sudah menetapkan tanggal relokasi,” ujar Marnabas dengan heran.
Selain itu, Pemkot juga memberikan dukungan kepada pedagang berupa uang pindah sebesar Rp 500 ribu bagi mereka yang bersedia pindah ke lokasi baru. Berdasarkan data, dari 20 pedagang daging di Pasar Subuh, sebanyak 19 di antaranya sudah mencabut nomor undian dan menerima bantuan tersebut.
“Dari 20 pedagang daging, 19 di antaranya sudah mencabut nomor undian dan menerima uang untuk biaya pindah,” jelas Marnabas.
Relokasi ini, lanjut Marnabas, juga sejalan dengan visi Pemkot untuk menata kawasan perdagangan secara lebih modern, mengingat Samarinda adalah kota jasa dan penyangga utama Ibu Kota Nusantara (IKN). Pemerintah berupaya menjadikan pasar-pasar di kota ini sebagai ikon yang dapat mendukung perekonomian yang terus berkembang.
“Pemerintah ingin setiap pasar di Samarinda menjadi ikon, mengingat Samarinda sebagai penyangga utama IKN. Kami ingin mengembangkan konsep kota jasa dan perdagangan agar perekonomian terus berjalan dengan baik,” tutup Marnabas.[]
Redaksi12