MAHAKAM ULU – Teknologi pembayaran digital semakin merambah hingga ke pelosok negeri, termasuk di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu). Salah satunya adalah Warung Kelontong Suka-Suka yang dimiliki oleh Tuti di Kampung Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun. Meskipun baru hampir setahun menggunakan sistem pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), Tuti merasakan manfaatnya dalam mempermudah transaksi, meskipun jumlah penggunanya masih terbatas.
“Baru aja sih, belum cukup setahun kepakai,” ujar Tuti sambil merapikan barang dagangannya di etalase warung kecilnya, Kamis (20/03/2025). Warung Suka-Suka tidak hanya berfungsi sebagai tempat belanja, tetapi juga menjadi titik temu bagi warga sekitar yang datang untuk membeli berbagai kebutuhan sehari-hari, seperti sembako, rokok, minuman ringan, dan jajanan anak-anak.
Namun, meskipun QRIS menawarkan kemudahan, Tuti mengakui bahwa transaksi dengan sistem ini masih sedikit. “Paling enggak Rp 100 ribu saja pemasukannya sehari pakai QRIS, karena kan kadang buat beli rokok atau barang lain aja,” katanya. Ia menambahkan, seringkali anak-anak menggunakan QRIS untuk membeli rokok atau minuman ringan dalam jumlah kecil.
Salah satu tantangan besar dalam penggunaan QRIS di daerah ini adalah kualitas jaringan internet yang buruk. Mahulu, yang memiliki kondisi geografis sulit dengan medan berbukit dan hutan lebat, masih mengandalkan jaringan seluler yang tidak selalu stabil, terutama di daerah terpencil seperti Kampung Ujoh Bilang. “Paling pengaruhnya kalau jaringan jelek, dia ngak mau atau loading,” jelas Tuti.
Meski demikian, Tuti tetap optimis bahwa pembayaran menggunakan QRIS dapat dilakukan dengan cepat jika jaringan internet sedang stabil. “Kalau bagus, cepat aja sih masuk,” ujarnya.
Meskipun penggunaan QRIS di warungnya masih sedikit, Tuti merasa sistem pembayaran ini sangat mempermudah, terutama bagi pelanggan yang tidak membawa uang tunai. “Mudah saja kalau misalnya dia enggak bawa uang, biasanya pakai QRIS,” tambahnya.
Tren pembayaran digital memang semakin berkembang, dan menurut Tuti, masyarakat kini lebih memilih tidak menggunakan uang tunai. “Sekarang orang nggak terlalu suka pakai tunai,” ujarnya.
Berdasarkan data, penggunaan QRIS di Mahulu menjadi yang tertinggi dibandingkan kabupaten dan kota lain di Kalimantan Timur, meskipun secara nominal masih kecil karena jumlah penduduk Mahulu yang hanya 39.319 jiwa pada 2024. Transaksi non-tunai di Mahulu pada 2024 tercatat sebesar Rp14,9 miliar, dengan sebagian besar berasal dari QRIS, sementara penggunaan uang elektronik dan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) lebih kecil.
Dengan semakin banyaknya warung kecil yang mulai mengadopsi QRIS, diharapkan transaksi digital dapat semakin mempermudah masyarakat, terutama di daerah dengan akses internet terbatas seperti Mahulu. []
Redaksi03