Presiden Direktur Freeport Dukung Kebijakan Prabowo Soal Devisa Ekspor

JAKARTA – Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, menyatakan dukungan terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mewajibkan devisa hasil ekspor (DHE) ditempatkan di bank nasional selama satu tahun. Meski begitu, Tony menekankan pentingnya mempertimbangkan kebutuhan operasional dan finansial perusahaan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Dalam keterangannya di The Gade Tower, Jakarta, pada Rabu (26/02/2025), Tony mengungkapkan bahwa perusahaan tambang seperti Freeport memiliki kewajiban finansial yang memerlukan pemanfaatan devisa hasil ekspor.

“Kami mendukung kebijakan DHE, namun perusahaan juga harus mempertimbangkan biaya-biaya yang harus dibayar, seperti gaji karyawan dan biaya operasional,” ujarnya.

Ia merinci bahwa dana ekspor digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk membayar gaji, biaya operasional (OPEX), pengeluaran modal (CAPEX), serta kewajiban pembayaran bunga dan cicilan utang dalam mata uang asing.

“Bunganya dalam dolar, dan cicilannya juga dalam dolar. Jika dana yang disimpan bisa digunakan secara penuh, tentu akan sangat membantu,” jelas Tony.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 yang bertujuan untuk memaksimalkan devisa ekspor sumber daya alam (SDA) demi kemakmuran rakyat. Menurut Prabowo, penerimaan devisa diperkirakan bisa mencapai US$100 miliar per tahun jika aturan ini diterapkan dengan optimal.

“Penempatan devisa SDA dalam rekening khusus di bank-bank nasional wajib dilakukan selama 12 bulan,” tambahnya.

Tony Wenas mengapresiasi niat pemerintah dalam mengoptimalkan devisa untuk pembangunan nasional, namun ia menekankan bahwa perusahaan perlu memastikan likuiditas yang cukup untuk mendukung operasional harian. Sekitar 30-40% pendapatan Freeport digunakan untuk biaya produksi, termasuk pemeliharaan infrastruktur dan teknologi.

Sebagai perusahaan multinasional, Freeport juga harus memenuhi kewajiban finansial global, seperti pembayaran kepada pemasok asing dan dividen kepada pemegang saham. Pembatasan akses terhadap dolar AS tanpa mekanisme penyesuaian berisiko mengganggu kestabilan operasional perusahaan.

Pemerintah hingga kini belum merilis detail mekanisme terkait penarikan dana selama periode “parkir” satu tahun. Tony berharap ada fleksibilitas dalam aturan ini, agar perusahaan tetap bisa mengakses dana sesuai kebutuhan tanpa melanggar ketentuan yang ada.

Kebijakan ini diyakini dapat memperkuat cadangan devisa nasional dan menstabilkan nilai tukar rupiah dalam jangka panjang. Namun, kalangan industri mengingatkan pentingnya adanya dialog yang lebih intensif antara pemerintah dan pelaku usaha untuk merancang implementasi kebijakan yang tidak membebani industri.

Jika dijalankan dengan transparansi dan pengaturan yang tepat, kebijakan ini berpotensi menarik investasi di sektor perbankan nasional. Namun, jika pengaturannya terlalu ketat dan tanpa insentif yang jelas, hal ini dapat mengurangi daya saing eksportir Indonesia di pasar global.

Pemerintah diharapkan segera mengeluarkan petunjuk teknis yang memadai terkait kebijakan ini, termasuk pengecualian untuk transaksi tertentu atau skema kompensasi bunga agar kebijakan tersebut tidak menjadi beban tambahan bagi sektor industri. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X