ABU DHABI — Uni Emirat Arab (UEA) bersiap menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan kecerdasan buatan (AI) dalam proses perumusan dan pembaruan undang-undang. Langkah revolusioner ini diumumkan setelah pemerintah UEA menyetujui pembentukan Kantor Intelijen Regulasi, sebuah badan kabinet baru yang akan memimpin transformasi ini.
Kantor tersebut akan bertugas mengintegrasikan AI dalam sistem legislatif, mulai dari menyusun hingga meninjau undang-undang yang berlaku. Menurut laporan media pemerintah yang dikutip Middle East Monitor, Kamis (24/o4/2025), Perdana Menteri UEA Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum menyatakan bahwa penggunaan AI diharapkan mempercepat dan meningkatkan akurasi proses legislasi di negaranya.
“Sistem legislatif baru ini, yang didukung oleh kecerdasan buatan, akan mengubah cara pembuatan undang-undang, sehingga prosesnya menjadi lebih cepat dan lebih akurat,” tegas Sheikh Mohammed.
Rencana tersebut mencakup pembuatan basis data besar yang terdiri atas undang-undang federal dan lokal, putusan pengadilan, hingga data layanan publik. Dengan kemampuan AI dalam menganalisis dampak hukum terhadap masyarakat dan ekonomi, sistem ini diklaim mampu menyarankan pembaruan undang-undang secara berkala.
Tak hanya efisien dari sisi waktu, pendekatan berbasis teknologi ini juga diperkirakan akan menghemat biaya negara dalam konsultasi hukum, yang selama ini dilakukan melalui firma hukum konvensional. Pemerintah menargetkan efisiensi proses hingga 70 persen dengan penerapan sistem AI ini.
Namun, langkah ambisius ini menuai kekhawatiran dari kalangan pemerhati kebijakan dan teknologi. Mereka menyoroti potensi risiko seperti bias algoritma, kekeliruan penafsiran hukum, dan kekurangan pemahaman kontekstual yang biasa ditangani oleh manusia.
Kendati demikian, pemerintah UEA tetap optimistis bahwa teknologi ini dapat menjadi pilar penting dalam reformasi hukum dan pengelolaan negara secara lebih adaptif terhadap perubahan zaman. []
Redaksi03