BERAU – Banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Kabupaten Berau memberikan dampak signifikan terhadap sektor perkebunan, terutama komoditas kakao yang menjadi andalan petani setempat. Sekitar 500 hektare lahan kakao yang berada di sepanjang bantaran sungai dilaporkan terdampak. Tanaman muda mengalami kematian, sementara tanaman produktif menunjukkan gejala stres, yang diperkirakan akan memengaruhi hasil panen secara keseluruhan.
Kepala Bidang Perlindungan Dinas Perkebunan Berau, Heri Suparno, menyatakan bahwa seluruh lahan eksisting kakao yang telah terdata saat ini berada dalam kategori terdampak banjir. Menurutnya, masih banyak kebun kakao lain yang belum tercatat dalam data resmi, khususnya di beberapa kampung di Kecamatan Segah dan Kelay. “Sedangkan yang terendam ini hampir semua berada di bantaran sungai. Ini tentu berisiko tinggi terhadap serangan hama dan penyakit,” ujarnya.
Dari seluruh kampung terdampak, baru Kampung Lesan Dayak yang secara resmi mengajukan proposal permohonan bantuan pascabanjir. Heri mengharapkan agar kampung lain juga segera mengirimkan permohonan serupa agar dapat diverifikasi dan diberikan dukungan sesuai kemampuan anggaran yang tersedia. Menurutnya, tanaman kakao yang baru ditanam menunjukkan kerusakan parah, bahkan sebagian besar mati. Tanaman yang telah berbuah pun mengalami penurunan kualitas karena kondisi lingkungan yang buruk.
Dinas Perkebunan Berau telah memberikan pelatihan melalui sekolah lapang kepada kelompok tani dalam menangani tanaman yang terdampak banjir. Teknik pemangkasan, pembuangan buah busuk, serta penggunaan pestisida alami menjadi materi utama dalam pelatihan tersebut. “Utamakan pencegahan daripada pakai bahan-bahan kimia tersebut. Itu lebih ramah lingkungan dan menjaga kualitas produk kakao,” tambah Heri.
Untuk mencegah dampak serupa di masa mendatang, ia menyarankan agar para petani tidak lagi menanam kakao di dekat bantaran sungai. Pemanfaatan informasi cuaca dari BMKG juga dianggap penting agar petani dapat memilih waktu tanam yang lebih aman dan meminimalisasi risiko gagal panen akibat banjir. “Untuk jangka panjangnya kami mengharapkan petani untuk menanam tidak di dekat bantaran sungai,” ucapnya.
Di sisi lain, produktivitas kakao di Berau saat ini masih tergolong rendah. Heri menjelaskan bahwa idealnya hasil panen bisa mencapai setengah ton per hektare, namun capaian tersebut belum terpenuhi. Salah satu faktor penyebabnya adalah keterbatasan akses terhadap pupuk bersubsidi yang masih menjadi kendala utama bagi para petani.
Pemerintah kabupaten berencana memberikan bantuan kepada kampung-kampung yang serius berkomitmen mengembangkan kakao, dengan catatan disertai proposal dan sesuai dengan ketersediaan anggaran. Camat Sambaliung, Ahmad Juhri, sebelumnya mengonfirmasi bahwa banjir yang melanda wilayahnya menyebabkan kerusakan serius pada kebun kakao masyarakat. “Banjirnya berlangsung cukup lama, jadi dampaknya besar,” ujarnya, Jumat (23/05/2025). Namun, hingga saat ini pendataan mengenai luas lahan terdampak belum sepenuhnya rampung. “Pendataan masih berjalan, belum semua terdata,” katanya.
Ahmad menyambut baik langkah Dinas Perkebunan Berau yang berencana memberikan bantuan dan stimulus kepada petani yang terdampak banjir, dengan harapan dapat mempercepat pemulihan sektor pertanian di wilayah tersebut. []
Redaksi11