PARLEMENTARIA SAMARINDA – BELASAN ibu-ibu berdaster melakukan aksi demo di depan pintu masuk Balaikota Samarinda, Jalan Kesuma Bangsa, Samarinda, pada Kamis, 1 Agustus 2024 lalu. Mereka melakukan protes karena ada dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Samarinda.
Merespon hal itu, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Sri Puji Astuti mengungkapkan, akar masalah dugaan pungli yang disuarakan kaum emak-emak itu adalah ketentuan dari Kementerian Pendidikan.
“Adanya ketentuan dari Kementerian Pendidikan tentang pengadaan buku dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maksimal 15 persen itu yang menimbulkan pungli di sejumlah SD dan SMP Negeri,” kata dia saat dikonfirmasi awak media di Kantor DPRD Samarinda, Jumat (08/08/2024).
Puji menjelaskan, Kementerian Pendidikan hanya memberikan dana BOS terbatas. SMP Rp1,1 juta dan SD Rp900 ribu untuk setiap anak per tahun. Dari nilai dana BOS itu, kementerian membatasi maksimal 15 persen dialokasikan untuk pengadaan buku.
“Ini yang jadi masalah, membuat tidak fleksibel. Dana Bosnas SMP dan SD yang bisa dialokasikan untuk membeli buku hanya 15 persen, ternyata hanya bisa untuk membeli satu atau dua buku paket, selebihnya siapa yang beli?” bebernya mempertanyakan.
Menurut dia, salah satu solusi mengatasi permasalahan tersebut adalah campur tangan pemerintah daerah. Dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dapat meningkatkan lagi jumlah dana BOS Daerah. Di mana saat ini, Bosda untuk SD sebesar Rp240 ribu per anak per tahun dan SMP Rp480 ribu per anak per tahun.
Namun dia mengakui, tak mudah untuk meningkatkan jumlah dana Bosda. Mengingat anggaran pendidikan Samarinda dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebagian besar untuk membayar gaji dan tunjangan guru, baik berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non ASN dengan jumlah mencapai sekitar 6 ribu orang.
Puji mengungkapkan, anggaran pendidikan di Samarinda Rp900 miliar dengan jumlah anak sekolah 135 ribu murid, yang tersebar di 832 satuan pendidikan mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga SMP, negeri dan swasta.
“Kemampuan daerah kita untuk pendidikan hanya Rp900 miliar. Lalu ada 832 satuan pendidikan dengan jumlah guru di sekolah negeri dan swasta, ASN maupun honorer mencapai 6 ribu orang. Gaji mereka diambil dari sana, yang jika dihitung-hitung, gaji untuk ASN dan non-ASN serta tunjangannya, lebih dari Rp660 miliar,” terangnya.
Menyikapi permasalahan tersebut lanjut Puji, pihaknya di DPRD Samarinda saat ini tengah menggodok Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelenggaraan pendidikan di Samarinda. Di mana salah satunya bertujuan untuk dijadikan landasan hukum Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dapat meningkatkan dana Bosda.
“Kami sekarang sedang merevisi Perda nomor 4 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pendidikan di Kota Samarinda. Kami mendorong pemerintah kota bisa lebih fleksibel dan pemerintah pusat tentang penggunaan dana bosnas,” ungkap Puji.
Tak hanya itu, Puji juga berharap Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dapat memberikan bantuan keuangan untuk pembangunan fisik dalam dunia pendidikan di Samarinda sehingga Bosda Samarinda dapat dialokasikan untuk pengadaan buku paket.
“Kami mengharapkan juga ada bantuan keuangan dari provinsi. Selama ini enggak ada bantuan fisik sama sekali, nol untuk kota Samarinda. Kalau kita melulu berfokus kepada pengadaan buku dan lain sebagainya, lalu bagaimana kita membangun sekolah-sekolah. Mudah-mudahan ini juga bisa dipahami masyarakat Samarinda,” tutup wakil rakyat dari daerah pemilihan Kecamatan Samarinda Ulu ini. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Agus P Sarjono