Hamas Lepaskan Sandera AS-Israel, Langkah Menuju Perdamaian?

GAZA– Kelompok pejuang Palestina, Hamas, pada Senin (12/05/2025), mengumumkan pembebasan seorang sandera asal Amerika Serikat-Israel, Edan Alexander, yang telah ditahan di Gaza selama lebih dari 19 bulan. Pembebasan ini dipandang sebagai langkah niat baik Hamas terhadap pemerintahan Donald Trump, yang diharapkan dapat membuka peluang bagi tercapainya gencatan senjata baru dengan Israel.

Edan Alexander, yang berusia 21 tahun, menjadi sandera pertama yang dibebaskan setelah Israel menggagalkan upaya gencatan senjata delapan minggu pada bulan Maret 2025, dan melancarkan serangan besar-besaran di Gaza. Serangan tersebut telah menewaskan ratusan warga Palestina.

Setelah pembebasan, Alexander diserahkan kepada Palang Merah Internasional sebelum akhirnya diterbangkan ke Israel dengan helikopter untuk mendapatkan perawatan medis di rumah sakit Tel Aviv. Dalam video yang dirilis oleh otoritas Israel, Alexander tampak pucat tetapi tersenyum saat bertemu dengan ibu dan anggota keluarganya, menandai reuni emosional yang penuh haru.

Reaksi Israel terhadap pembebasan ini menunjukkan bahwa negara tersebut akan melanjutkan serangan-serangannya di Gaza. Beberapa hari sebelum gencatan senjata berakhir, Israel memperketat blokade dengan memblokir semua impor ke Gaza, yang memperburuk krisis kemanusiaan dan memicu peringatan akan kelaparan massal jika blokade tidak segera dicabut.

Meskipun demikian, keluarga Alexander di Tel Aviv menyambut pembebasannya dengan penuh sukacita. Mereka berkumpul untuk menyaksikan momen bersejarah tersebut. Dalam pernyataan kepada media, nenek Alexander, Varda Ben Baruch, menyatakan kebahagiaannya, mengatakan cucunya tampak sehat dan “seperti pria dewasa.”

“Dia tampak benar-benar dewasa,” ujar Varda, yang juga mengungkapkan bahwa Alexander terlihat lebih matang setelah hampir 600 hari ditawan.

Jokes Ringan di Telepon dengan Ibu

Laporan-laporan yang beredar menyebutkan bahwa setelah pembebasannya, Alexander terlihat berbicara dengan ibunya melalui telepon sambil melontarkan lelucon, menunjukkan selera humornya yang tetap hidup meskipun menjalani pengalaman traumatis. Ibunya pun merasa terhibur dan lega mendengar suaranya.

Alexander disandera pada usia 19 tahun, setelah dia diculik oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, saat serangan lintas batas yang memicu perang di Gaza. Ketika itu, ia sedang bertugas di pangkalan militer Israel di bagian selatan negara tersebut.

Sejak saat itu, ratusan pendukung Alexander di kota asalnya, Tenafly, New Jersey, berkumpul setiap Jumat untuk menuntut pembebasan para sandera, termasuk Alexander. Mereka mengibarkan bendera Israel dan mendengarkan lagu-lagu nasional sebagai bentuk solidaritas.

Isyarat Menuju Penyelesaian Konflik?

Hamas mengumumkan pembebasan Alexander sesaat sebelum Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dijadwalkan melakukan perjalanan resmi pertama ke Timur Tengah pada masa jabatan keduanya. Trump pun berharap bahwa pembebasan ini dapat menjadi langkah awal menuju akhir dari konflik yang telah berlangsung lama.

“Semoga pembebasan ini menjadi awal dari berakhirnya perang yang telah mengorbankan banyak nyawa ini,” ujar Trump dalam sebuah pernyataan yang diunggah ke media sosial.

Hingga saat ini, Israel mengonfirmasi bahwa 58 sandera lainnya masih ditahan oleh Hamas, dengan sekitar 23 di antaranya diyakini masih hidup. Banyak dari 250 sandera yang ditahan dalam serangan pada tahun 2023 telah dibebaskan melalui kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya tercapai.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com