Sengketa Lahan Mandek, Hukum Jadi Jalan Keluar

SAMARINDA – Ketegangan terkait kepemilikan lahan di Samarinda terus berlanjut setelah upaya mediasi yang difasilitasi DPRD Kota Samarinda menemui jalan buntu. Perselisihan ini berakar dari aduan sejumlah warga yang mengaku belum menerima ganti rugi atas tanah yang kini telah tercatat sebagai aset pemerintah daerah.

Komisi I DPRD Kota Samarinda menanggapi laporan masyarakat tersebut dengan serius. Dalam pernyataan resmi pada Rabu, (04/06/2025), Ketua Komisi I, Samri Shaputra, menegaskan bahwa konflik tersebut tidak berhasil diselesaikan lewat mediasi dan mendorong para pihak untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. “Sebenarnya, ada niat untuk menyelesaikan masalah ini melalui mediasi, namun hal tersebut sulit dilakukan,” Ujar Samri.

Menurut pengakuan warga, tanah yang mereka klaim sebagai milik pribadi telah digunakan oleh pemerintah kota tanpa adanya kompensasi. Sementara itu, pemerintah kota menyatakan pembayaran pembebasan lahan telah dilakukan kepada pihak lain sejak tahun 2006.

Situasi ini memperumit keadaan karena munculnya tumpang tindih kepemilikan, yang hingga kini belum terurai secara jelas. Pemerintah menyatakan lahan tersebut sah sebagai milik daerah, sedangkan sebagian warga tetap mempertahankan klaim kepemilikan dan menuntut ganti rugi.

Samri mengakui, kendala utama dalam penyelesaian adalah keterbatasan anggaran. Pemerintah kota tidak dapat membayar kompensasi dua kali atas objek yang sama. “Sebab, pemerintah kota sudah melakukan pembayaran sebelumnya dan tidak mungkin melakukan pembayaran dua kali atas objek lahan yang sama,” Lanjutnya.

Atas kondisi tersebut, Komisi I memandang bahwa jalur hukum adalah satu-satunya cara yang adil dan legal untuk menyelesaikan konflik ini. “Maka dari itu, pemerintah menganjurkan agar penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum. Jika nantinya pengadilan memutuskan bahwa klaim dari masyarakat tersebut sah, maka pemerintah kota akan diminta untuk melakukan pembayaran berdasarkan keputusan tersebut,” Tegas Samri.

Ia menambahkan bahwa sebelum ada putusan dari pengadilan, pemerintah tidak dapat mengalokasikan anggaran untuk membayar klaim apa pun, demi menghindari pelanggaran administratif dan potensi kerugian negara. “Namun, sebelum ada putusan pengadilan, pemerintah tidak dapat menganggarkan pembayaran karena itu berisiko menyalahi prosedur, mengingat pembayaran sebelumnya telah dilakukan,” Jelasnya. []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Agnes Wiguna

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X