SAMARINDA – Isu sanitasi kembali menjadi sorotan dalam pembangunan daerah. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (DPUPR-PERA) Kalimantan Timur (Kaltim), Aji Muhammad Fitra Firnanda, menyerukan pentingnya peran aktif pemerintah kabupaten/kota dalam menangani persoalan sanitasi yang masih jauh dari memadai di berbagai wilayah Kaltim.
Pesan ini ditegaskan Aji Fitra dalam Kick-Off Meeting Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) 2025 yang digelar Selasa (03/06/2025) di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda. Acara bertema “Wujudkan Pembangunan Sanitasi Adaptif dan Kolaboratif untuk Akses Aman, Terpadu, dan Berkelanjutan” ini melibatkan perwakilan dari seluruh kabupaten/kota, instansi teknis, akademisi, dan mitra pembangunan.
Dalam arahannya, Aji Fitra menyampaikan bahwa pembangunan sanitasi tidak boleh lagi dipandang sebelah mata. Ia menyebut sanitasi sebagai isu yang erat kaitannya dengan kualitas hidup, kesehatan masyarakat, bahkan masa depan generasi mendatang.
“Sanitasi adalah soal martabat manusia. Ini tentang kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan hidup, dan masa depan generasi penerus kita. Jika sanitasi diabaikan, maka kita sedang membiarkan anak cucu kita tumbuh dalam risiko kesehatan dan keterbatasan kualitas hidup,” ujarnya tegas.
Ia mengungkapkan bahwa Pemprov Kaltim telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 200 miliar dalam bentuk Bantuan Keuangan (Bankeu) yang diperuntukkan bagi kabupaten/kota. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun infrastruktur sanitasi dan meningkatkan kapasitas pengelolaan, baik skala individual maupun komunal.
“Target kita jelas. Dalam dua hingga tiga tahun ke depan, seluruh wilayah Kaltim harus sudah memiliki akses sanitasi layak 100 persen,” tegas Aji Fitra. Meski demikian, ia menggarisbawahi bahwa keberhasilan program tidak akan tercapai tanpa adanya komitmen serius dari pemerintah daerah. Ia mendorong kepala daerah untuk tidak menjadikan isu sanitasi hanya sebagai formalitas tahunan.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Butuh komitmen bersama. Pemprov siap mendukung, tapi kabupaten/kota juga harus proaktif. Jangan sampai urusan sanitasi hanya menjadi program seremonial tanpa dampak nyata di masyarakat,” tegasnya lagi.
Sanitasi yang buruk juga disebutnya sebagai faktor utama penyebab tingginya angka stunting dan kemiskinan di sejumlah wilayah. Ia menekankan bahwa akses sanitasi yang layak berkorelasi langsung dengan tumbuh kembang anak.
“Ini bukan soal persepsi, tapi sudah terbukti secara ilmiah. Ketika anak tumbuh di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, risiko terkena penyakit infeksi meningkat, gizi terganggu, dan akhirnya tumbuh kembang pun terhambat,” jelasnya.
Menurutnya, sanitasi tak boleh dipisahkan dari strategi pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, ia menilai forum Kick-Off Meeting ini sebagai momentum penting untuk menyelaraskan langkah dan memperkuat koordinasi lintas sektor.
“Saya harap setelah pertemuan ini, ada percepatan yang nyata di lapangan. Mulai dari perencanaan program, penganggaran, hingga pelaksanaan dan pengawasan. Karena tanpa aksi, target 100 persen sanitasi layak hanya akan jadi slogan,” katanya.
Menutup paparannya, Aji Fitra menekankan bahwa kesiapan Kaltim menjadi Ibu Kota Negara (IKN) baru harus dimulai dari hal mendasar, yakni sanitasi yang manusiawi dan berkualitas. “Jika kita ingin Benua Etam menjadi wajah masa depan Indonesia, maka pondasinya harus dimulai dari hal-hal mendasar seperti sanitasi. Karena dari sanalah martabat dan kualitas hidup masyarakat kita dibangun,” Pungkasnya. [] (ADV/HIM/RAS/DISKOMINFO.KALTIM)