JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) terhadap tiga terdakwa korporasi dalam perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit (CPO). Penetapan ini diumumkan pada Sabtu malam (12/04/2025).
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa MAN diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar dari advokat Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR). Suap tersebut diberikan melalui Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini bermula dari penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO kepada tiga korporasi: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Pada 19 Maret 2025, majelis hakim yang dipimpin oleh Djuyamto, bersama hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin, menjatuhkan putusan lepas terhadap ketiga terdakwa korporasi tersebut. Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta pembayaran uang pengganti mencapai triliunan rupiah.
Abdul Qohar menambahkan bahwa penyidik tengah mendalami kemungkinan aliran uang suap tersebut ke pihak lain, terutama majelis hakim yang terlibat dalam putusan tersebut. Saat ini, keempat tersangka tengah menjalani penahanan selama 20 hari di berbagai rumah tahanan, terhitung sejak 12 April 2025. MAN ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, sedangkan WG ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK.
Kejagung juga mengungkap bahwa kasus ini terdeteksi berkat barang bukti elektronik yang ditemukan dalam penyidikan kasus suap hakim dalam perkara vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya. Informasi mengenai keterlibatan MS dalam kasus tersebut diperoleh dari bukti elektronik yang berhasil disita.
Atas perbuatannya, MAN disangkakan melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, terkait penerimaan suap dan gratifikasi. Kejagung berkomitmen untuk terus mengembangkan penyidikan ini guna mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas.
Publik menantikan perkembangan selanjutnya dari kasus ini, berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di sektor peradilan. []