Tidak Semua Desa Bisa Jadi Desa Wisata, Harus Penuhi Syarat Ini!

KUTAI KARTANEGARA – Penetapan sebuah wilayah menjadi desa wisata tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Hal ini ditegaskan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Arianto, yang menjelaskan bahwa terdapat sejumlah kriteria utama yang wajib dipenuhi sebelum suatu desa dinyatakan layak sebagai destinasi wisata.

Menurut Arianto, terdapat tiga pilar penting yang menjadi landasan dalam proses seleksi. Pertama, desa tersebut harus memiliki potensi wisata yang teridentifikasi dengan jelas, baik dalam bentuk kekayaan alam, budaya lokal, maupun ekowisata. Kedua, harus ada individu atau kelompok masyarakat yang aktif mengelola serta mengembangkan potensi tersebut. Ketiga, diperlukan komitmen kolektif dari masyarakat untuk menjadikan potensi yang ada sebagai objek wisata yang dapat menarik pengunjung.

“Potensi saja tidak cukup. Harus ada penggiatnya, ada keinginan dari masyarakatnya untuk mengelola potensi itu, apakah itu budaya atau ekowisata, untuk dijadikan objek wisata. Itu yang menjadi dasar awal kita menilai kelayakan sebuah desa,” kata Arianto, Selasa (22/04/2025).

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya peran serta pemerintah desa dalam pengembangan pariwisata lokal. Keterlibatan pemerintah desa diperlukan, baik dalam bentuk penyediaan sarana pendukung maupun regulasi yang berpihak pada pertumbuhan sektor wisata.

Dispar Kukar, tambahnya, melakukan proses penilaian secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan. Kunjungan lapangan dan evaluasi langsung ke desa menjadi bagian dari tahapan yang harus dilalui. Tidak semua desa yang memiliki potensi dapat langsung ditetapkan sebagai desa wisata.

“Kita sering temukan desa yang punya potensi luar biasa, tapi tidak ada arah pengelolaan, tidak ada penggiatnya, masyarakat juga tidak tertarik. Nah, ini belum bisa kita jadikan desa wisata, karena belum siap secara menyeluruh,” ujarnya.

Arianto juga menegaskan bahwa penetapan desa wisata bukan semata-mata soal status administratif, melainkan perlu disertai kesiapan dalam hal pengelolaan berkelanjutan. Tanpa upaya konsisten, keberadaan desa wisata dikhawatirkan hanya akan menjadi simbol tanpa dampak nyata.

Dalam mendampingi desa wisata, Dispar Kukar tidak bekerja sendiri. Kolaborasi lintas sektor dengan dinas terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) terus dijalin guna memperkuat infrastruktur dan memberdayakan masyarakat secara optimal.

“Kami Dispar sekadar sebagai pendamping. Yang menjalankan adalah masyarakat melalui Pokdarwis dan pemerintah desa. Tapi tentu kami tetap mendukung penuh dengan pelatihan, edukasi, dan fasilitasi,” tuturnya.

Dengan pendekatan yang selektif dan berorientasi pada kesiapan masyarakat, Arianto berharap desa wisata yang telah ditetapkan mampu berkembang secara berkelanjutan serta memberikan dampak nyata bagi kemajuan pariwisata di Kutai Kartanegara. []

Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Nistia Endah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com