BANJARBARU – Sejumlah proyek strategis yang direncanakan Pemerintah Kota Banjarbaru menuai kritik dari kalangan pengamat pembangunan dan warga. Salah satunya datang dari Wahyudin, pemerhati kebijakan publik sekaligus warga Kota Banjarbaru, yang meminta agar proyek-proyek tersebut ditinjau ulang karena dianggap tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
Salah satu proyek yang disoroti adalah pembangunan rumah dinas wali kota. Wahyudin menilai, proyek tersebut belum menjadi kebutuhan mendesak dan seharusnya cukup dilakukan rehabilitasi terhadap bangunan yang telah ada. Ia mempertanyakan urgensi penggunaan gedung Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sebagai lokasi rumah dinas, sebab dinilai tidak strategis, dapat merusak taman kota, mengganggu aktivitas perkantoran, dan tidak memenuhi standar keamanan.
“Anggaran proyek ini mencapai Rp17,9 miliar. Di tengah kebijakan nasional yang menuntut efisiensi, proyek semacam ini tidak relevan dan semestinya dikaji ulang,” tegas Wahyudin, Selasa (29/04/2025).
Ia menambahkan bahwa pembangunan seharusnya berfokus pada layanan publik yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, serta infrastruktur dasar. Dalam kondisi fiskal yang terbatas, pemerintah daerah dituntut lebih selektif dan bijak dalam menentukan skala prioritas pembangunan.
“Beberapa proyek perlu ditinjau kembali kelayakannya agar anggaran yang terbatas tidak terbuang sia-sia,” ucapnya.
Senada dengan Wahyudin, pakar tata kota dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr. Eng. Akbar Rahman, MT., juga menyarankan agar 10 proyek strategis tersebut dikaji tidak hanya dari sisi administratif dan anggaran, tetapi juga berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan ketangguhan iklim.
Ia menyebutkan empat aspek penting yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam menentukan prioritas proyek, yaitu: dampak langsung terhadap masyarakat, urgensi kebutuhan, kesesuaian dengan visi kota serta Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dan manfaat jangka panjang.
Dari sepuluh proyek, Akbar menilai pembangunan fasilitas kefarmasian dan alat kesehatan (farmalkes) merupakan salah satu yang paling prioritas karena berkaitan langsung dengan ketahanan layanan kesehatan dan kebutuhan dasar masyarakat.
Selain itu, proyek pengendalian banjir seperti peningkatan embung Gunung Kupang dan pembangunan kolam retensi Guntung Jingah juga dinilai sangat penting. Infrastruktur tersebut mendukung pengurangan risiko bencana banjir dan seharusnya menjadi fondasi utama pembangunan kota adaptif terhadap perubahan iklim.
“Sayangnya, proyek-proyek vital justru mendapat alokasi anggaran lebih kecil dibanding proyek simbolik seperti rumah dinas kepala daerah,” ujar Akbar.
Ia juga menyoroti pembangunan sarana keselamatan dan mobilitas seperti kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) pemadam kebakaran dan trotoar sebagai bagian dari upaya mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki serta aman dalam menghadapi bencana.
Sebaliknya, proyek estetika seperti taman air mancur dan rumah dinas kepala daerah dinilai memiliki urgensi paling rendah karena kontribusinya terhadap peningkatan kualitas hidup warga tidak terlalu signifikan. Meskipun penting untuk citra kota, proyek semacam ini seharusnya ditempatkan pada prioritas sekunder.
“Banjarbaru sebagai kota dengan kerentanan iklim tinggi semestinya menjadikan prinsip keberlanjutan dan ketangguhan sebagai dasar utama pembangunan,” lanjutnya.
Ia mendorong agar pemerintah kota lebih mengutamakan infrastruktur hijau, pengelolaan air terpadu, serta memperkuat sistem tanggap darurat, terutama menghadapi risiko kebakaran lahan gambut saat musim kemarau. Selain itu, partisipasi publik dan transparansi dalam perencanaan proyek juga penting untuk memastikan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
Akbar menegaskan bahwa pembangunan kota bukan sekadar mendirikan bangunan fisik, tetapi menciptakan sistem yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.
Sementara itu, Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Kota Banjarbaru, Erwin, menyatakan bahwa sepuluh proyek strategis tersebut terbagi ke dalam tiga satuan kerja perangkat daerah (SKPD), yaitu delapan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), satu proyek di Dinas Perumahan dan Permukiman, dan satu lagi di Dinas Kesehatan.[]
Redaksi12