12 Negara Dilarang Masuk AS, Dunia Bereaksi

AMERIKA SERIKAT – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menerbitkan larangan perjalanan (travel ban) terhadap warga dari 12 negara, sebagian besar dari kawasan Timur Tengah dan Afrika. Kebijakan ini diumumkan pada Rabu (4/6), dan memicu kekhawatiran luas tentang dampaknya terhadap hak asasi manusia dan hubungan diplomatik global.

Trump mengklaim kebijakan ini merupakan respons terhadap insiden kekerasan di Boulder, Colorado, yang melibatkan pelaku asal Mesir yang disebut berada di AS secara ilegal. “Serangan teroris baru-baru ini di Boulder, Colorado, menunjukkan betapa berbahayanya orang asing yang masuk tanpa proses pemeriksaan yang ketat,” ujar Trump dalam sebuah video yang diunggah di platform X. “Kami tidak menginginkan mereka,” tegasnya.

Negara-negara yang dilarang sepenuhnya antara lain Afghanistan, Myanmar, Chad, Kongo-Brazzaville, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Sementara tujuh negara lainnya dikenai pembatasan sebagian, termasuk Burundi, Kuba, dan Venezuela.

Meski Indonesia tidak termasuk dalam daftar tersebut, reaksi global menunjukkan kekhawatiran mendalam terhadap arah kebijakan imigrasi AS. Juru bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric mengingatkan bahwa kendati negara memiliki hak untuk mengatur perbatasan, kebijakan tersebut harus tetap menjunjung tinggi martabat manusia.

Komisaris Tinggi HAM PBB Volker Turk mengkritik kebijakan Trump sebagai bermasalah secara hukum internasional. Amnesty International AS bahkan menyebut larangan itu “diskriminatif, rasis, dan sangat kejam.”

Reaksi keras juga datang dari negara-negara terdampak. Presiden Venezuela Nicolas Maduro menyebut Trump telah “termakan kebohongan”, sementara pemerintah Yaman yang sah mendesak pengecualian, mengingat krisis kemanusiaan di negaranya.

Seorang mahasiswa Myanmar menyatakan kekecewaannya setelah memperoleh visa pelajar hanya dua hari sebelum larangan diberlakukan. “Kami tidak benar-benar punya kehidupan di sini. Kami ingin pergi ke tempat di mana kami bisa bernapas, berjalan, dan belajar,” ungkapnya dari Yangon.

Di Haiti, aktivis HAM Pierre Esperance menyebut kebijakan ini akan semakin mengisolasi rakyat Haiti yang telah lama terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan kekerasan. Sementara itu, Uni Afrika menyayangkan keputusan AS yang dianggap akan merusak kerja sama antarwarga, dunia usaha, dan hubungan diplomatik.

Meski ada pengecualian untuk atlet yang akan berlaga di Piala Dunia 2026 dan Olimpiade 2028, serta diplomat resmi, kebijakan ini diprediksi akan kembali menjadi objek gugatan hukum, seperti halnya berbagai kebijakan kontroversial Trump sejak ia kembali menjabat awal tahun ini. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X