Bocah Bogor Tewas, Sapu Jadi Bukti

JAWA BARAT – Kasus kematian tragis bocah berusia enam tahun di Rawa Panjang, Bojonggede, Kabupaten Bogor, mengungkap potret kelam kekerasan dalam rumah tangga yang kerap luput dari pengawasan lingkungan sekitar. Bocah malang itu tewas di tangan ibu tirinya, RN (30), yang tega menganiaya korban selama empat hari berturut-turut hingga meregang nyawa pada Senin, 21 Oktober 2025. Peristiwa ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi masyarakat dan penegak hukum tentang lemahnya sistem perlindungan anak di lingkungan terdekat.

Menurut keterangan polisi, penganiayaan yang dialami korban dimulai pada Jumat, 17 Oktober 2025. Korban disiksa menggunakan sapu hingga menderita luka di sekujur tubuh. Namun, tidak ada pihak yang segera melapor, meski luka-luka di tubuh bocah itu cukup jelas terlihat. Baru setelah korban meninggal dunia, kecurigaan muncul ketika warga melihat adanya kejanggalan di tubuh jenazah saat dimandikan.

Kasat Reskrim Polres Metro Depok, Kompol Made Gede Oka, mengatakan kasus ini terungkap berkat laporan warga yang menyadari banyak luka tidak wajar di tubuh korban. “Beberapa saksi melihat korban sebelum kejadian, memang perawakannya ada beberapa luka. Terutama yang paling terlihat adalah luka di bibir dan juga lebam-lebam di bagian punggung,” ujarnya di Bojonggede, Kabupaten Bogor, Kamis (23/10/2025).

Ia menambahkan, ketidakwajaran itu terlihat jelas saat jenazah korban dimandikan. Polisi yang menerima laporan dari warga langsung bertindak cepat menyelidiki penyebab kematian tersebut. “Ada saksi juga melihat ataupun yang memandikan jenazah langsung di hari Senin pagi itu melihat ketidakwajaran di tubuh korban,” tambah Made.

Hasil autopsi mengungkap bahwa korban meninggal akibat luka parah di bagian kepala. “Tim dokter menjelaskan bahwa adanya pendarahan di bagian kepala, yang itu menjadi kemungkinan besar menyebabkan meninggalnya korban,” jelas Made. Luka di kepala itu diyakini akibat hantaman benda tumpul, sementara di bagian tubuh lainnya ditemukan lebam-lebam yang menunjukkan korban kerap dianiaya.

Ironisnya, pelaku berdalih tindak kekerasan itu dilakukan karena kesal terhadap korban yang dianggap bandel. “Kesal karena bandel, nakal, dan puncaknya Minggu ketika disuapi anaknya nggak mau makan,” kata Made. Dalih ini jelas tidak dapat dibenarkan. Tidak ada alasan, sekecil apa pun, yang dapat membenarkan kekerasan terhadap anak, apalagi hingga menimbulkan kematian.

RN bahkan sempat membohongi suaminya dengan mengatakan bahwa korban terjatuh. Namun, kebohongan itu terbongkar setelah hasil visum menunjukkan tanda-tanda kekerasan berat. Sang suami, yang juga ayah kandung korban, baru menyadari kenyataan pahit itu saat pulang ke rumah pukul 23.00 WIB dan mendapati anaknya sudah kaku tak bernyawa.

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap anak di Indonesia yang sebagian besar dilakukan oleh orang terdekat. Ironisnya, banyak kasus baru terungkap setelah korban meninggal dunia. Pemerintah dan masyarakat perlu memperkuat sistem pelaporan dini serta memastikan keberadaan lembaga perlindungan anak di tingkat lokal benar-benar berfungsi. Kematian bocah enam tahun ini bukan sekadar tragedi keluarga, melainkan kegagalan kolektif dalam menjaga nyawa seorang anak yang seharusnya tumbuh dengan kasih sayang, bukan kekerasan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com