QUITO – Protes terhadap penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di Ekuador kian memanas. Rabu (30/09/2025), konvoi Presiden Daniel Noboa menjadi sasaran massa yang menentang kenaikan harga BBM, menimbulkan bentrokan dan kerusakan kendaraan dalam perjalanan pengiriman bantuan kemanusiaan.
Konvoi kendaraan yang dipimpin Noboa juga membawa diplomat asing, termasuk utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa, dan Vatikan. Juru bicara pemerintah Ekuador Caroline Jaramillo mengatakan, para diplomat tersebut turut menjadi target massa yang melempar batu dan bom molotov.
Diplomat yang ikut dalam konvoi antara lain Andres Carrascosa dari Vatikan, Jekaterina Dorodnova dari Uni Eropa, serta Giovanni Davoli dari Italia. Noboa mengunggah foto-foto kendaraan yang rusak di media sosial X, menunjukkan kaca depan dan kaca samping pecah akibat lemparan massa. “Mereka menolak kemajuan di Ekuador dan memilih kekerasan,” tulis Noboa dalam unggahannya. Ia menegaskan, “Kita terus maju: Ekuador tidak boleh mundur.”
Pemerintah melaporkan konvoi disergap sekitar 350 orang saat mengantar bantuan ke masyarakat terdampak di Provinsi Imbabura, wilayah Cotacachi. Massa melempar batu, kembang api, dan bom molotov. Sekitar 50 tentara yang mengawal konvoi berusaha menahan para pelaku. Belum ada konfirmasi terkait korban luka.
Selain itu, Angkatan Bersenjata Ekuador menyebut 12 tentara terluka dan 17 lainnya disandera. Militer menuduh para demonstran sebagai “kelompok teroris” dan menegaskan bahwa “tindakan seperti ini tidak akan dibiarkan begitu saja.” Pemerintah menekankan, pelaku tidak mewakili warga Ekuador, melainkan merupakan kriminal.
Kerusuhan di Ekuador telah berlangsung belasan hari. Organisasi masyarakat adat terbesar, Conaie, menyerukan mogok nasional tanpa batas waktu untuk menentang pemangkasan subsidi BBM. Conaie melaporkan Efrain Fuerez, anggota komunitas adat berusia 46 tahun, ditembak tiga kali dan meninggal dunia di rumah sakit Cotacachi. Conaie menuding kematian Fuerez sebagai “kejahatan negara, yang dilakukan atas perintah Daniel Noboa.” Kepolisian dan militer belum berkomentar, sementara kejaksaan menyatakan akan menyelidiki dugaan kematian tersebut.
Sebagai respons, Presiden Noboa menetapkan status darurat di tujuh provinsi selama 60 hari, menyusul eskalasi kekerasan di tengah protes. Noboa, yang terpilih kembali pada April lalu, menyatakan langkah penghapusan subsidi BBM sebagai bagian dari upaya menghemat anggaran US$ 1,1 miliar (Rp 18 triliun) yang dialihkan untuk program sosial dan pertanian.
Kebijakan ini mendorong harga diesel melonjak dari US$ 1,80 (Rp 29 ribu) menjadi US$ 2,80 (Rp 46 ribu) per galon, setara 48 sen menjadi 74 sen per liter, berdampak signifikan pada hampir sepertiga penduduk Ekuador yang tergolong miskin. Aksi protes sebelumnya melibatkan pemblokiran jalan raya Pan-American North di luar Quito dengan bebatuan, menyusul blokade ruas jalan oleh pengemudi truk sehari sebelumnya.
Insiden terbaru menyoroti ketegangan antara kebijakan pemerintah dan tekanan masyarakat terhadap kenaikan biaya hidup, serta risiko meningkatnya kekerasan terhadap warga sipil, personel militer, dan diplomat asing di tengah krisis sosial. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan