KAPUAS – Bagi sebagian besar orang, perahu mesin atau kelotok biasanya digunakan nelayan untuk mencari ikan di sungai. Namun, bagi Yusran (52), kelotok justru menjadi tempat mencari nafkah dengan cara yang berbeda. Di atas perahu bermesin itu, ia menjajakan soto dan gado-gado kepada warga di sepanjang aliran Sungai Kapuas.
Sejak masih muda, pria asal Kampung Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan ini sudah menekuni pekerjaannya sebagai pedagang kuliner. “Dari bujangan sampai sekarang sudah punya keluarga, saya tetap di sini, jualan di kelotok,” tuturnya saat ditemui Minggu (07/09/2025).
Yusran mengaku pernah membuka warung di kampungnya, tetapi ternyata peruntungan lebih besar didapatkan ketika ia berjualan berkeliling sungai. “Kalau dulu sempat buka warung di kampung, tapi ternyata rezeki lebih banyak kalau keliling sungai,” ujarnya menambahkan.
Di kelotoknya, Yusran menata semua perlengkapan dagang dengan rapi. Panci besar berisi kuah soto, wadah sayuran segar, botol kecap, hingga bumbu kacang untuk gado-gado siap digunakan kapan saja. Semua menu itu ia jual dengan harga Rp15 ribu per porsi, sebuah harga yang terjangkau bagi masyarakat di tepi sungai.
Kelotok bukan sekadar sarana transportasi bagi Yusran, melainkan juga rumah keduanya. Berbekal 30 liter bahan bakar dari Desa Nagara, ia bisa berhari-hari melintasi sungai. “Paling cepat sebulan baru bisa pulang. Pernah juga sampai dua bulan di sungai, tidur di kelotok, singgah dari satu desa ke desa lain,” kisahnya.
Perjalanan dagangnya tak terbatas hanya di sekitar Kapuas. Sesekali, ia berani menempuh jalur lebih jauh hingga ke Palangka Raya dan Muara Teweh di Barito Utara. Bagi Yusran, sungai bukanlah penghalang, melainkan jalan terbuka menuju rezeki.
Meski banyak pengalaman indah yang ia temui, Yusran tidak menutup mata terhadap risiko yang kerap menghadang. Ia pernah dimintai uang oleh orang tak dikenal ketika singgah. Bahkan lebih parah, tali pengikat kelotoknya pernah dipotong orang saat ia sedang tertidur lelap, membuat perahunya hanyut tanpa ia sadari. “Kadang memang ada-ada saja tantangannya,” ungkapnya.
Namun, peristiwa itu tidak membuatnya berhenti. Ia tetap setia menekuni usaha yang sudah digelutinya lebih dari dua dekade. Baginya, semua perjuangan ini ia jalani demi keluarga yang menunggu di rumah.
Yusran sadar, apa yang ia lakukan bukan hanya sekadar berdagang. Lebih dari itu, ini adalah bentuk perjuangannya untuk memberikan kehidupan layak bagi istri dan anak-anaknya yang tinggal di Desa Nagara. “Kalau saya berhenti, siapa lagi yang bisa menanggung kebutuhan mereka,” ucapnya dengan nada penuh tekad.
Selain itu, bagi masyarakat Kalimantan, sungai memang memiliki peran vital sebagai jalur transportasi sekaligus pusat kehidupan. Kehadiran Yusran dengan kelotok dagangannya menjadi bukti bahwa tradisi sungai masih tetap hidup dan memberi napas bagi banyak orang.
Kelotok Yusran bukan hanya sarana mencari nafkah, tetapi juga simbol keteguhan dan ketabahan. Setiap tetes keringat yang ia curahkan di atas sungai seakan menyatu dengan derasnya aliran air yang terus bergerak. Dari sungai pula, ia membangun harapan dan menjaga asa untuk masa depan keluarganya.
Perjalanan panjang Yusran adalah cermin tentang kerja keras dan kesetiaan terhadap pilihan hidup. Di tengah perubahan zaman yang serba cepat, ia tetap bertahan dengan cara sederhana, menyusuri aliran Kapuas dengan soto dan gado-gado sebagai bekal perjuangan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan