PAPUA – Penegakan hukum keimigrasian kembali dijalankan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Kabupaten Biak Numfor, Papua, melalui tindakan deportasi terhadap 26 anak buah kapal (ABK) asal Filipina. Para WNA tersebut dipulangkan karena tidak mengantongi izin tinggal resmi selama berada di wilayah Indonesia. “Sebanyak 26 ABK ikan FB Twin J-04 dan kapal YB Yanreyd-293 dilakukan deportasi karena tidak memiliki dokumen administrasi izin tinggal keimigrasian di Indonesia,” ujar Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi Papua, Samuel Toba, dalam pernyataannya di Biak, Sabtu (14/06/2025).
Samuel menjelaskan bahwa tindakan ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang telah diperbarui melalui UU Nomor 63 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, Imigrasi memiliki kewenangan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia jika melanggar ketentuan, termasuk penyalahgunaan izin tinggal, keterlibatan pidana, atau potensi mengganggu ketertiban umum. “Pendeportasian dilakukan Imigrasi jika orang asing terlibat tindak pidana, atau membahayakan keamanan dan ketertiban umum,” tambahnya.
Pihak Imigrasi, menurut Samuel, telah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Filipina di Jakarta dan Konsulat Filipina di Manado untuk menyiapkan dokumen perjalanan sementara sebelum pemulangan dijadwalkan pada 17 Juni 2025 melalui Bandara Frans Kaisiepo, Biak. “Kami harapkan proses pendeportasian dilakukan lebih cepat sehingga tidak membuat mereka stres karena kelamaan berada di Biak sejak kapalnya ditangkap dan diproses hukum pada 9 Mei 2025,” ucap Samuel.
Sementara itu, insiden berbeda yang menimpa warga Filipina lainnya menunjukkan sisi kemanusiaan aparat Indonesia dalam menjalankan tugas. Seorang ABK bernama John Agustin Roa Zayco (48), dievakuasi dalam kondisi darurat medis oleh tim SAR dari kapal kargo MV Yasa Uranus di perairan Laut Aru, Maluku, Sabtu dini hari (14/06/2025).
Kepala Basarnas Ambon, Muhammad Arafah, menyampaikan bahwa pria asal Filipina tersebut mengeluhkan kesulitan buang air kecil saat kapalnya tengah berlayar dari Australia menuju Hong Kong. Permintaan bantuan medis (SAR Medivac Evacuation) diajukan nahkoda kapal, Capt. Irfan Erturk, kepada Basarnas pada Jumat (13/6) pukul 18.00 WIT. Kapal tersebut berada di sekitar Kepulauan Aru, Maluku, saat laporan disampaikan.
Basarnas Dobo segera berlayar dari pelabuhan setempat pada pukul 18.20 WIT. Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari delapan jam, tim berhasil mengevakuasi korban sekitar pukul 02.53 WIT dan membawanya ke Pelabuhan Dobo pukul 05.15 WIT. “Alhamdulillah setelah kami terima informasi dan dilaksanakan operasi SAR, korban berhasil dievakuasi dan kini sudah tertangani oleh pihak RSUD Cendrawasih Dobo,” ujar Arafah melalui pernyataan resmi.
Kisah ini menunjukkan dua wajah perlakuan terhadap WNA di Indonesia satu sisi adalah penerapan hukum tegas dalam kerangka imigrasi, dan sisi lain adalah operasi penyelamatan nyawa di tengah laut. Kedua kasus menyoroti bagaimana aparat Indonesia bertindak sesuai mandat hukum dan prinsip kemanusiaan. [] Admin03