PALANGKA RAYA– Kepolisian Resor (Polres) Kapuas saat ini tengah menyelidiki lokasi tambang emas di Desa Marapit, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, pascalongsor yang merenggut nyawa empat orang penambang. Lokasi tersebut diduga kuat merupakan area pertambangan ilegal.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kalimantan Tengah, Komisaris Besar Polisi Erlan Munaji, membenarkan bahwa proses penyelidikan sedang dilakukan oleh aparat Polres Kapuas.
“Sementara masih ditangani Polres Kapuas, sedang dilakukan proses penyelidikan,” ujar Erlan, Kamis (01/05/2025).
Sebelumnya, peristiwa tragis tersebut terjadi pada Selasa, 29 April 2025, sekitar pukul 14.30 WIB. Hujan gerimis yang mengguyur kawasan tambang diduga menjadi pemicu terjadinya tanah longsor yang menimbun para pekerja saat mereka sedang beraktivitas.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kapuas, Ahmad Saribi, mengonfirmasi peristiwa tersebut. Ia menyatakan pihaknya baru menerima laporan terkait kejadian tersebut dua hari kemudian, yakni pada Kamis (01/05/2025).
“Saat kejadian, warga sedang menambang emas, kegiatan dilakukan siang hari dan kondisi saat itu sedang gerimis, kemudian tiba-tiba terjadi longsor dan menimbun empat pekerja tambang,” jelas Saribi.
Menurut keterangan lebih lanjut dari pihak BPBD, cuaca yang tidak mendukung ditambah dengan kondisi tanah yang labil di sekitar area pertambangan menjadi faktor utama penyebab bencana. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa peralatan pengaman memadai dan tanpa sistem drainase yang baik diduga turut memperparah situasi. Meskipun telah sering diingatkan agar tidak melakukan aktivitas penambangan saat hujan turun, para pekerja tetap melanjutkan kegiatan demi mengejar hasil tambang.
Keempat korban yang ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa akibat tertimbun longsoran tanah itu masing-masing bernama Yunedi (46), Gasi (48), Sarip (36), dan Padli (25). Semua korban merupakan warga dari wilayah berbeda di Kabupaten Kapuas. Mereka dikenal sebagai pekerja lepas yang tergabung dalam kelompok kecil penambang lokal. Aktivitas mereka dilakukan tanpa pengawasan resmi dari instansi terkait, sehingga aspek keselamatan kerja tidak diperhatikan secara optimal.
Proses evakuasi dilakukan dengan bantuan warga sekitar yang segera turun ke lokasi usai mendengar kabar musibah. Tanpa alat berat, proses penggalian dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan sekop. Warga berupaya maksimal agar para korban segera dapat ditemukan, meskipun terkendala kondisi medan yang sulit dan licin akibat hujan. Setelah beberapa jam, seluruh korban akhirnya berhasil ditemukan dan langsung dievakuasi ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Evakuasi korban dibantu warga setempat, dan 4 korban telah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia,” tutur Saribi.
Tragedi ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat setempat. Pemerintah daerah pun diharapkan segera mengambil langkah strategis, baik dalam hal penertiban tambang ilegal maupun penyuluhan keselamatan kerja kepada masyarakat yang masih bergantung pada aktivitas penambangan rakyat. Selain itu, peran aktif dari aparat keamanan dan instansi terkait sangat diperlukan untuk menindak tegas aktivitas tambang tanpa izin yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa manusia.[]
Redaksi12