5.480 Suara: Jangan Jadikan Soeharto Pahlawan

JAKARTA– Sebanyak 5.480 orang menandatangani sebuah petisi daring yang menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto. Petisi tersebut mencuat di tengah perdebatan publik mengenai warisan politik dan sejarah kepemimpinan Soeharto selama lebih dari tiga dekade masa Orde Baru.

Inisiatif penolakan ini muncul di platform Change.org dan mendapat dukungan ribuan netizen dalam waktu singkat. Dalam narasi petisinya, pihak penggagas menyoroti berbagai pelanggaran hak asasi manusia serta praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi selama rezim Soeharto berkuasa.

Di sisi lain, petisi penolakan terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto terus mendapatkan dukungan dari masyarakat sipil. Hingga Rabu (01/05/2025), lebih dari 5.480 orang telah menandatangani petisi daring yang menolak pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan hak asasi manusia. Petisi tersebut disebarluaskan melalui berbagai platform media sosial dan mendapat perhatian luas, terutama dari generasi muda yang semakin kritis terhadap narasi sejarah masa Orde Baru.

Dalam isi petisinya, para inisiator menyatakan bahwa masa pemerintahan Soeharto sarat dengan pelanggaran HAM berat, mulai dari kasus penculikan aktivis, pembatasan kebebasan berpendapat, pembantaian massal 1965–1966, hingga kekerasan negara terhadap kelompok minoritas dan oposisi politik. Menurut mereka, mengabaikan fakta-fakta ini dalam penilaian pemberian gelar pahlawan adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip keadilan historis.

Peneliti HAM dari lembaga KontraS juga menekankan bahwa rekonsiliasi sejarah seharusnya tidak berarti melupakan kejahatan masa lalu. “Pemberian gelar pahlawan bukan hanya soal penghargaan terhadap jasa, tetapi juga menyangkut etika dan komitmen negara terhadap pengakuan serta perlindungan terhadap hak-hak korban,” ujarnya.

Di sisi lain, ada pula pihak-pihak yang mendukung wacana pemberian gelar tersebut, dengan alasan stabilitas pembangunan dan ketahanan ekonomi yang dicapai selama pemerintahan Soeharto. Namun argumen ini justru memicu kontroversi baru, karena dinilai mengabaikan penderitaan ribuan korban kekerasan struktural yang terjadi sepanjang era Orde Baru.

Hingga kini, pemerintah belum memberikan keputusan resmi terkait usulan pemberian gelar tersebut. Kementerian Sosial mengonfirmasi bahwa proses peninjauan masih berjalan, dan akan melibatkan masukan dari berbagai kalangan termasuk sejarawan, akademisi, serta lembaga HAM. Mereka menekankan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional bukanlah hal yang bersifat otomatis, melainkan harus melalui prosedur ketat yang mempertimbangkan kontribusi dan rekam jejak secara utuh.

Polemik ini pun kembali membuka perdebatan publik soal siapa yang pantas disebut sebagai pahlawan dan bagaimana bangsa ini seharusnya memperlakukan sejarah kelamnya sendiri.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com