JAWA TIMUR – Tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, semakin membuka luka dan pertanyaan besar: mengapa bangunan yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu justru berubah menjadi kuburan massal? Sepekan berlalu, 52 nyawa telah melayang dan puluhan lainnya luka-luka, namun publik belum mendapat jawaban memadai tentang akar penyebab bencana ini.
Tim gabungan memang terus bekerja tanpa henti mengevakuasi korban di tengah reruntuhan yang masih berisiko roboh. Namun, di balik kerja keras di lapangan, publik mempertanyakan mengapa inspeksi bangunan dan pengawasan izin pendirian pesantren seolah baru jadi perhatian setelah korban berjatuhan.
Direktur Operasi Basarnas, Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo, menjelaskan, “Hingga laporan terakhir, pada Minggu, (05/10/2025), total terdapat 26, dengan 4 body part korban bisa diekstrikasi dan dilanjutkan evakuasi pada hari ketujuh.” Pernyataan itu menegaskan masih banyak korban yang belum ditemukan sepenuhnya, menandakan bahwa struktur bangunan yang runtuh begitu parah dan mempersulit proses pencarian.
Seluruh jenazah dan potongan tubuh korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara Polda Jatim untuk diidentifikasi oleh Tim DVI. Namun hingga kini, belum ada kejelasan apakah penyebab ambruknya ponpes ini murni akibat faktor usia bangunan, kelalaian konstruksi, atau lemahnya pengawasan.
Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Mayjen TNI Budi Irawan, mengungkapkan, sebagian besar korban ditemukan di lantai satu. “Setahu saya, tadi baru saja saya diskusi, ternyata kebanyakan korban itu ditemukan di lantai 1,” ujarnya. Ia juga menyebut kendala utama proses evakuasi adalah beton besar yang masih menempel di sisi kiri bangunan.
Kendala teknis memang ada, namun publik mulai menyoroti hal yang lebih mendasar: bagaimana bangunan pesantren bisa roboh begitu cepat tanpa tanda-tanda peringatan? Di tengah kemajuan teknologi dan kerapnya audit keselamatan, tragedi seperti ini mestinya bisa dicegah.
Presiden Prabowo Subianto akhirnya menginstruksikan pendataan dan pengecekan seluruh pondok pesantren di Indonesia. “Evaluasi ke depan, ke semua pondok pesantren, kita harapkan segera didata dan dipastikan keamanan dari sisi bangunan, infrastruktur pondok masing-masing,” ujar Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi. Instruksi itu datang setelah puluhan santri kehilangan nyawa sebuah langkah reaktif yang seharusnya dilakukan jauh sebelum tragedi menelan korban.
Sementara itu, di tengah reruntuhan, petugas menemukan mobil Mercedes-Benz yang ringsek di samping rumah pengasuh ponpes. “Betul, selain korban jiwa, satu unit mobil Mercy juga ikut hancur tertimpa reruntuhan,” kata Munir, Ketua RT setempat. Mobil mewah itu menjadi simbol ironis di tengah ketimpangan perhatian antara kenyamanan pribadi dan keselamatan santri.
Kini, publik menunggu keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti tragedi ini, bukan hanya dengan upacara belasungkawa dan perintah evaluasi, tetapi juga penegakan hukum bagi pihak yang lalai. Reruntuhan Al Khoziny tidak hanya menyisakan puing, tetapi juga pertanyaan tentang tanggung jawab negara dalam melindungi warganya, terutama mereka yang sedang menuntut ilmu di tempat yang seharusnya aman. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan