KOTAWARINGIN TIMUR – Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit, Muriansyah, mengungkapkan bahwa serangan buaya terhadap warga di Kotawaringin Timur (Kotim) menunjukkan peningkatan dan penyebaran yang lebih luas. Berdasarkan catatan BKSDA Resort Sampit, sejak 2010 hingga 6 Mei 2025, tercatat sebanyak 53 kasus serangan buaya, yang mengakibatkan delapan korban meninggal dunia.
Muriansyah menyebutkan, serangan buaya terhadap warga cenderung meluas, dengan wilayah serangan yang semula terbatas di bagian selatan, kini merambah ke wilayah utara Kotim. Data yang dihimpun mencatatkan 23 orang mengalami luka ringan, sembilan orang luka berat, delapan orang meninggal dunia, dan 13 orang lainnya tidak mengalami luka, dengan total 53 kejadian serangan buaya.
“Sebaran wilayah serangan meliputi Kecamatan Mentaya Hilir dengan tiga serangan, Mentaya Hilir Selatan 17, Teluk Sampit 13, Pulau Hanaut lima, Seranau delapan, M B Ketapang tiga, dan Kecamatan Cempaga empat kali serangan,” jelas Muriansyah, Selasa (06/05/2025).
Data tersebut mencakup empat serangan buaya yang terjadi sejak awal tahun 2025. Kasus pertama terjadi pada Januari di Desa Lempuyang, Kecamatan Teluk Sampit, yang mengakibatkan dua warga mengalami luka pada tangan dan kaki. Kemudian, pada April, serangan terjadi di Desa Hanaut, Kecamatan Pulau Hanaut, yang menyebabkan satu korban meninggal dunia. Kasus terbaru terjadi pada Sabtu, 3 April 2025 malam, di Desa Ramban, Mentaya Hilir Utara, ketika seorang warga diterkam buaya saat berwudhu di tepi Sungai Sampit, menyebabkan korban terluka.
Muriansyah menjelaskan bahwa peningkatan jumlah serangan ini disebabkan oleh rusaknya habitat alami buaya, yang berakibat pada berkurangnya ketersediaan pakan. Akibatnya, buaya sering mendekati permukiman, karena terbiasa dengan aktivitas manusia di sekitar sungai. “Ada tiga faktor utama yang memicu buaya mendekati permukiman, yaitu pemeliharaan ternak di sekitar sungai, pembuangan bangkai hewan ke sungai, serta pembuangan sampah rumah tangga. Hal ini mendorong buaya untuk mencari makan di wilayah tersebut,” tambahnya.
Ia mengimbau masyarakat untuk menghindari aktivitas di sungai, terutama pada malam hari. Selain itu, warga juga diharapkan tidak membuang bangkai atau sampah ke sungai, serta tidak memelihara ternak di dekat badan air. “Kami pernah menangkap buaya yang masuk ke permukiman, tetapi itu bukan solusi jangka panjang. Sekarang kami lebih fokus pada edukasi kepada masyarakat. Jika pola perilaku tidak berubah, buaya akan tetap datang,” tegas Muriansyah.
Dirinya berharap upaya edukasi ini dapat mengurangi risiko konflik antara manusia dan buaya, serta meningkatkan keselamatan masyarakat, khususnya yang tinggal di bantaran Sungai Mentaya dan anak-anak sungainya.[]
Redaksi12