JAKARTA – Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul mengungkapkan dugaan keterlibatan ribuan penerima bantuan sosial dalam aktivitas judi online. Pernyataan itu disampaikan dalam rapat koordinasi nasional Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) di Jakarta pada Selasa (8/7). Ia menyampaikan bahwa terdapat sekitar 571.410 keluarga penerima manfaat (KPM) yang diduga melakukan transaksi judi daring dengan total nilai mencapai Rp975 miliar.
Dugaan tersebut muncul setelah dilakukan pencocokan antara data penerima bansos dengan data milik Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Ditengarai oleh PPATK sebagai pemain judol ada 571.410 KPM yang NIK-nya sama,” kata Saifullah. Jumlah itu, menurutnya, merupakan sekitar dua persen dari total penerima bansos tahun sebelumnya. Ia menambahkan, hasil itu baru berasal dari satu bank milik negara, sehingga masih memungkinkan jumlahnya lebih besar dari temuan awal.
Namun, Kementerian Sosial belum dapat memastikan apakah seluruh nama yang tercatat benar-benar bermain judi secara sadar atau hanya datanya saja yang digunakan. Gus Ipul mengatakan pihaknya bersama PPATK masih mendalami lebih lanjut temuan tersebut. “Kami belum dapat hasil secara utuh. Nanti kalau hasilnya sudah utuh, akan kami evaluasi lebih jauh,” jelasnya.
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana juga menyampaikan bahwa selain judi daring, ada lebih dari 100 penerima bansos yang terindikasi terlibat dalam pendanaan terorisme. “Lebih dari 100 orang itu NIK-nya teridentifikasi terlibat mengenai kegiatan pendanaan terorisme,” kata Ivan, Kamis (10/7), usai menghadiri rapat anggaran di Komisi III DPR.
Menanggapi temuan ini, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menilai pemerintah perlu segera melakukan pengecekan menyeluruh. Ia mengatakan bahwa bisa jadi data KPM disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab. “Belum tahu juga apakah itu dipakai buat judol kan, yang jelas akun mereka dipakai buat judol. Tapi tidak bisa dipastikan apakah duitnya duit bansos atau bukan,” ujarnya.
Ronny menegaskan, apabila terbukti bansos digunakan untuk aktivitas judi, maka penerimanya layak dikenakan sanksi berupa pencabutan bantuan. Menurutnya, bansos diberikan untuk meringankan beban masyarakat miskin, bukan untuk disalahgunakan. Ia juga mengusulkan agar data penerima bansos divalidasi secara berkala dan bentuk bantuannya dievaluasi sesuai kebutuhan nyata masyarakat.
Hal senada disampaikan Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet. Ia menilai tindakan penyalahgunaan dana bansos untuk berjudi merupakan bentuk moral hazard. “Ketika dana tersebut justru digunakan untuk berjudi, kita menghadapi masalah serius. Ini menunjukkan adanya moral hazard, yakni kondisi di mana penerima merasa aman karena ada jaring pengaman dari negara, sehingga tidak bijak dalam mengelola bantuan yang diterima,” ujar Rendy.
Ia menekankan bahwa penyelesaian tidak cukup dilakukan secara represif, melainkan harus melalui pendekatan bertahap. Rendy menyarankan sanksi tidak langsung berupa edukasi keuangan dan pendampingan terlebih dahulu, sebelum diberlakukan pencabutan bantuan. Menurutnya, langkah seperti itu akan lebih adil dan memberi ruang perbaikan perilaku.
Rendy juga menyarankan agar penyaluran bansos dilakukan dalam bentuk nontunai, seperti voucher digital yang hanya bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pokok di warung atau mitra UMKM. Selain itu, ia menilai peran pendamping sosial di lapangan sangat penting untuk memastikan bantuan digunakan secara tepat. Ke depan, ia menyarankan agar program bantuan terintegrasi dengan pelatihan keterampilan agar masyarakat tidak terus bergantung pada bantuan negara.
Terkait wacana pemberian bantuan kepada keluarga korban judi online seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, Rendy mengingatkan pentingnya kehati-hatian. Ia menilai intervensi sosial seharusnya ditujukan kepada pihak yang benar-benar terdampak, bukan kepada pelaku penyimpangan. “Prinsipnya jelas, negara harus melindungi yang rentan, tapi jangan sampai memberikan insentif pada perilaku menyimpang,” pungkasnya.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan