6 Pelajar Bejat di Karawang Perkosa Teman

JAWA BARAT – Tragedi di Karawang kembali menampar nurani publik. Enam remaja SMP tega memperkosa teman sebayanya yang baru berusia 14 tahun. Di tengah maraknya kampanye pendidikan karakter dan penguatan moral pelajar, kejadian ini justru menyingkap sisi gelap dunia remaja Indonesia di mana ruang belajar seolah gagal menjadi ruang aman bagi anak.

Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupaten Karawang, Wiwiek Krisnawati, menegaskan pihaknya kini fokus mendampingi korban. “Iya, untuk peristiwa pemerkosaan itu, melibatkan siswi SMP berusia 14 tahun, yang dilakukan oleh enam siswa SMP yang juga seusia. Kasus itu terjadi di Kecamatan Jayakerta, hari Sabtu (11/10/2025), atau malam Minggu,” ujarnya, Kamis (16/10/2025).

Pemerkosaan itu diduga berawal dari pesta mabuk yang berujung kejahatan. Wiwiek menjelaskan, DP3A kini menangani kondisi fisik dan psikologis korban. “Kalau kasus ini sedang diproses oleh pihak kepolisian, kita hanya menangani persoalan penanganan fisik, visum, dan psikologisnya dalam pendampingan (korban),” katanya.

Polisi telah menahan empat dari enam pelaku. Sementara dua lainnya masih dalam tahap mediasi bersama orang tua mereka. “Kalau empat orang sudah diamankan, yang dua pelaku ini masih proses. Orang tua dua pelaku ini juga telah memberikan pernyataan untuk menghadirkannya secepat mungkin, karena proses hukum masih dalam tahap pemeriksaan keterangan tersangka (BAP) yang baru dimulai tiga hari terakhir,” tutur Wiwiek.

Namun, kasus ini bukan hanya perkara pidana. Ia mencerminkan kegagalan kolektif masyarakat dari rumah, sekolah, hingga ruang digital dalam membentengi anak dari pengaruh buruk dan kekerasan seksual. Bagaimana mungkin anak-anak usia 14 tahun sudah mengenal minuman keras dan berani memperkosa teman sekolahnya sendiri?

Fenomena ini menyoroti lemahnya sistem pendidikan moral dan pengawasan sosial di lingkungan remaja. Banyak sekolah masih sibuk dengan kegiatan seremonial, sementara pendidikan seksualitas dan etika relasi antar-anak nyaris diabaikan. Akibatnya, anak-anak dibiarkan tumbuh dalam kabut nilai yang rapuh, di mana batas antara bercanda dan kekerasan menjadi samar.

Kasus Karawang mestinya menjadi lonceng peringatan keras: negara tidak cukup hadir hanya lewat undang-undang, tapi harus menanamkan kesadaran moral sejak dini. Sebab, generasi muda tanpa kendali nilai akan menjadi potensi pelaku kejahatan berikutnya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com