BALANGAN – Upaya memberantas praktik perdagangan ilegal satwa dilindungi kembali mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum. Tiga terdakwa kasus perdagangan sisik trenggiling (Manis javanica) divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Paringin, Kamis (02/10/2025).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Emna Aulia, didampingi hakim anggota Eri Murwati dan Dharma Setiawan Negara, majelis menyatakan terdakwa Giliansyah, Gusit, dan Hukrimanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memperdagangkan bagian tubuh satwa yang dilindungi.
Ketiganya dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun dan denda Rp30 juta. Putusan ini sejalan dengan tuntutan jaksa penuntut umum, meski para terdakwa beserta penasihat hukum serta penuntut umum menyatakan masih pikir-pikir atas hasil putusan tersebut.
“Persidangan menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun dan pidana denda sejumlah Rp30 juta,” ucap Ketua Majelis Hakim, Emna Aulia.
Dalam pertimbangannya, majelis menegaskan bahwa alasan terdakwa menyimpan sisik trenggiling untuk dijual kembali tidak dapat dibenarkan. Praktik tersebut jelas melanggar ketentuan perundang-undangan karena tidak memiliki izin resmi dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Trenggiling merupakan satwa yang dilindungi secara ketat karena terancam punah dan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem,” lanjut hakim dalam putusannya.
Majelis juga menekankan bahwa tindakan memperdagangkan sisik trenggiling bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam kelestarian alam serta bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam menjaga keanekaragaman hayati. Putusan ini sekaligus menjadi peringatan keras bahwa siapa pun yang masih berani melakukan praktik perdagangan ilegal satwa dilindungi akan ditindak tegas.
Kasus ini berawal dari operasi gabungan aparat penegak hukum bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan. Para terdakwa diamankan setelah kedapatan bertransaksi sisik trenggiling di depan sebuah toko ritel modern di wilayah Paringin. Dari pengungkapan itu, aparat menemukan barang bukti berupa 65 kilogram sisik trenggiling yang dikemas dalam karung dan siap diperjualbelikan.
Tidak hanya itu, dalam perkara lanjutan, aparat juga mengamankan terdakwa lain dengan barang bukti 15,5 kilogram sisik trenggiling. Sementara pada perkara ketiga, terdakwa kedapatan menyimpan dua kilogram sisik trenggiling lengkap dengan dua plastik hitam serta sebuah telepon genggam yang digunakan untuk komunikasi transaksi.
Dari hasil pemeriksaan, para terdakwa mengaku memperoleh sisik trenggiling tersebut dari perantara dengan tujuan untuk diperjualbelikan kembali. Padahal, sesuai ketentuan hukum, seluruh bagian tubuh trenggiling dilarang diperdagangkan dalam bentuk apa pun karena status perlindungan satwa ini sangat ketat.
Trenggiling dikenal sebagai salah satu spesies yang perannya penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan, terutama dalam mengendalikan populasi serangga. Namun, maraknya perburuan dan perdagangan ilegal membuat satwa ini semakin terancam punah. Indonesia sendiri telah menetapkan trenggiling sebagai satwa dilindungi, serta menjadi bagian dari daftar Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang melarang segala bentuk perdagangan internasional spesies tersebut.
Vonis terhadap tiga terdakwa di Paringin ini menunjukkan komitmen penegakan hukum di bidang lingkungan hidup, sekaligus menegaskan bahwa perdagangan satwa dilindungi tidak bisa ditoleransi. Pemerintah bersama aparat penegak hukum diharapkan dapat terus memperketat pengawasan serta meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak lagi terlibat dalam aktivitas yang merusak keanekaragaman hayati. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan