Sindikat Pengiriman TKI Ilegal ke Malaysia Dibongkar

TARAKAN – Penyelidikan terhadap pelaku yang diduga mengoordinasi pengiriman 25 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), ke Malaysia kini telah dilimpahkan kepada aparat penegak hukum. Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) bersama Satuan Tugas Badan Intelijen Strategis (Satgas Bais) TNI menyerahkan kasus ini kepada kepolisian serta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara (Kaltara).

“Aparat penegak hukum akan memproses mencari oknumnya (pelaku). Area penyidikan lebih lanjut dilakukan, siapa yang mengirim mereka dari NTT,” ujar Direktur Operasi Laut Deputi Operasi dan Latihan Bakamla RI, Laksamana Pertama TNI Octavianus Budi Susanto, Jumat (16/05/2025).

Ia menambahkan, pihaknya belum mendalami besaran upah yang dijanjikan kepada korban, dan informasi tersebut akan disampaikan lebih lanjut oleh BP3MI Kaltara. Namun, merujuk pada pengalaman serupa dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar, para korban sebelumnya dijanjikan gaji hingga Rp15 juta, tetapi justru berujung pada penyiksaan.

“Tergiur gaji besar, lebih dari itu malahan dan ditempatkan tidak pada tempatnya. Saya dengar BP3MI Kaltara melakukan sosialisasi dan mungkin masyarakat kita kesadaran kurang, tergiur gaji besar. Kita akan kerja sama dengan pemda karena orang yang diamankan berasal dari Flores NTT,” jelasnya.

Ia juga mengungkap bahwa pengungkapan kasus TPPO tidak hanya terjadi di Kaltara. Di Riau, misalnya, sebanyak 100 orang sempat digagalkan ke berangkatannya oleh petugas, bersamaan dengan pengungkapan di Tarakan.

Terkait modus operandi, para pelaku kerap memindahkan para CPMI dari satu wilayah ke wilayah lain secara berpindah-pindah. Para korban singgah di lokasi tertentu sambil menunggu situasi aman untuk melanjutkan perjalanan.

“Kalau aman, maju lagi sampai bisa menyeberang. Jadi tidak langsung pesawat dari NTT ke Balikpapan, kebanyakan jalur laut naik kapal. Ada yang naik pesawat juga, contoh di Riau Batam kiriman dari Jawa dan saat di Batam disebar titik tertentu diindikasikan kumpul di beberapa tempat 8-10 orang lalu diseberangkan,” ungkap Octavianus.

Ia menegaskan bahwa untuk wilayah lintasan Kalimantan Utara, belum ditemukan indikasi bahwa tujuan akhir TPPO berkaitan dengan penjualan organ manusia. Para korban umumnya dijadikan pekerja ilegal di perkebunan, rumah tangga, hingga kapal-kapal di Malaysia.

“Sementara yang di sini ke Tawau itu banyak jadi imigran gelap saja dipekerjakan di sana. Lokasinya seperti perkebunan, rumah tangga, kapal dijadikan OB. Menurut mereka murah karena tanpa ikatan perjanjian kerja,” tuturnya.

Dalam sejumlah kasus, para pekerja migran ilegal melaporkan kekerasan karena status mereka yang tidak sah. Octavianus menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari data dan informasi yang dikembangkan menjadi operasi lapangan.

“Pergerakannya sangat rahasia dan kami tahu titik mana saja. Jadi tidak semua informasi langsung bergerak bekerja sama aparat dan kalau sudah betul A1, baru kita laksanakan operasinya,” imbuhnya.

Ia juga menambahkan bahwa operasi dilakukan dengan berbagai rencana cadangan, mengingat modus pelaku sangat bervariasi dan kerap berpindah tempat persembunyian.

“Sudah A1 dan dipilih plan A ternyata lari ke plan B. Apalagi banyak tempat singgah tempat sembunyi,” tandasnya.

Seluruh korban TPPO asal NTT saat ini telah diserahkan ke BP2MI Nunukan. Mereka akan menjalani proses pembinaan sebelum dipulangkan ke kampung halaman masing-masing.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com