Kalimantan Tengah Rayakan Hari Jadi ke-68, Kenang Perjuangan Otonomi

PALANGKA RAYA – Kalimantan Tengah merayakan hari jadinya yang ke-68 pada 23 Mei 2025. Provinsi Bumi Tambun Bungai ini genap berusia 68 tahun sejak pengesahan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 yang mengesahkan pembentukannya sebagai provinsi baru. Perayaan ini mengingatkan kita pada perjuangan panjang masyarakat Dayak yang mendambakan otonomi sendiri, suatu proses yang ditempuh melalui diplomasi, aksi organisasi rakyat, dan tekanan kepada pemerintah pusat, termasuk Presiden Soekarno serta tokoh besar Kalimantan Tengah, Tjilik Riwut.

Menurut Yusri Darmadi, Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIII Kalteng dan Kalsel, perjuangan untuk otonomi ini sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada 1940, RAA Syiono mengusulkan otonomi Tanah Dayak kepada Komisi Visman di masa penjajahan Belanda. Meskipun usulan tersebut tidak mendapat perhatian, semangat untuk memerdekakan Tanah Dayak tetap berkobar.

Setelah kemerdekaan, Kalimantan hanya dibagi menjadi tiga keresidenan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Namun, aspirasi untuk membentuk Kalimantan Tengah kembali muncul pada 1952 dari masyarakat Kapuas, Barito, dan Kotawaringin. Berbagai organisasi, termasuk Serikat Keharingan Dayak Indonesia (SKDI), mendukung pembentukan Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah (PPRKT) pada 1954, yang dipimpin oleh JM Nahan. Sayangnya, diplomasi yang dilakukan menemui jalan buntu.

Akhirnya, rakyat turun ke jalan melalui Gerakan Mandau Talawang Pancasila Sakti (GMTS) yang menarik perhatian pemerintah pusat. Bahkan, Presiden Soekarno sempat marah membaca laporan tentang kerusuhan tersebut. Titik balik peristiwa ini terjadi ketika Bung Karno bertemu langsung dengan Tjilik Riwut. Dalam sebuah pertemuan yang tercatat dalam sejarah, Bung Karno yang awalnya marah, akhirnya memberi kepercayaan kepada Tjilik Riwut.

Pada 23 Mei 1957, perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah pusat mengesahkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 yang menetapkan Pahandut sebagai ibu kota provinsi, yang kemudian berkembang menjadi Palangka Raya. Pada 17 Juli 1957, Presiden Soekarno meresmikan Palangka Raya sebagai ibu kota dengan pemancangan tiang pancang sebagai simbol dimulainya pembangunan kota tersebut.

Palangka Raya pun menjadi satu-satunya ibu kota provinsi yang sepenuhnya dibangun oleh bangsa Indonesia sendiri, bukan warisan kolonial. Semangat anti-kolonialisme yang kuat terlihat dalam keputusan Bung Karno untuk membangun ibu kota dari tangan anak bangsa.

Kini, setelah 68 tahun berdiri, Kalimantan Tengah telah mencapai berbagai kemajuan, baik dalam pelayanan publik maupun pembangunan. Yusri Darmadi menegaskan bahwa wacana untuk menjadikan Palangka Raya sebagai ibu kota negara masih relevan mengingat lokasi geografisnya yang aman dari bencana besar. Selain itu, rancangannya yang dibuat oleh Van Der Pijl pada era Presiden Soekarno masih dianggap strategis.

Semangat perjuangan rakyat Kalimantan Tengah untuk mendapatkan provinsi ini terus dikenang dan menjadi warisan berharga. Sebagai pengingat, Bung Karno pernah berpesan, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.” Sebuah pesan yang terus hidup dalam setiap langkah pembangunan Kalimantan Tengah. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com