SAMARINDA – Kekurangan duit yang dialami Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda menyebabkan sejumlah proyek andalan, termasuk rencana relokasi 1000 unit rumah di sepanjang tepian Daerah Aliran Sungai (DAS) Karang Mumus, gagal.
Dari rencana 1000 rumah yang akan direlokasi dalam waktu lima tahun di era kepemimpinan Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail, dipastikan hanya 84 rumah yang berhasil direlokasi. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Ciptakarya dan Tata Kota (Disciptakot) Samarinda, Ismansyah, Senin (13/7)
Menurut dia, dalam draf Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2015, pihaknya sebenarnya mengusulkan kegiatan relokasi warga bantaran Sungai Karang Mumus. Jumlah rumah yang diusulkan sebanyak 50 unit dengan estimasi anggaran sebesar Rp 5 miliar sampai Rp 6 miliar.
Jumlah rumah yang rencananya direlokasi itu disebutnya telah melalui pertimbangan. Namun, kesulitan pendanaan membuat rencana relokasi tak mendapat restu. “Dari draf sementara, khusus relokasi warga Sungai Karang Mumus belum ada penambahan di perubahan (APDB-P),” jelasnya.
Mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Samarinda itu menuturkan, tak disetujuinya relokasi semata-mata dikarenakan faktor anggaran. Bukan pembebasan lahan yang berjalan lambat. Karena itu, anggaran relokasi akan kembali diusulkan dalam APBD 2016.
“Kami akan program lagi,” ucapnya. Mengenai relokasi 84 rumah, Ismanyah mengatakan, warga yang direlokasi tinggal di Gang Nibung, Jalan Dr Soetomo, Samarinda Ulu. “Kalau yang 50 rumah itu, akan kami bicarakan dengan tim di lapangan. Mana yang mendesak untuk direlokasi. Karena di samping relokasi, kami juga membuat tower penataan wilayah kumuh,” sambungnya.
Kabar tak adanya penambahan jumlah warga Sungai Karang Mumus yang direlokasi jelas menjadi penegas tak terealisasinya janji Wali Kota Syaharie Jaang dan Wawali Nusyirwan Ismail kala terpilih lima tahun lalu. Pasangan ini menjanjikan 1.000 rumah dalam lima tahun. Nyatanya, hanya 84 unit.
Berdasarkan data Bappeda Samarinda, rencana relokasi dihadapkan pada beberapa kendala dalam membersihkan SKM dari permukiman warga. Sehingga, program itu terkesan jalan di tempat. Di antaranya, penyediaan dana penyelesaian dampak sosial (santunan bongkar).
Penyediaan rumah beserta fasilitas penunjang untuk warga eks relokasi masih kurang. Selain itu, beberapa bangunan tempat ibadah atau musala belum bisa dibongkar. Pasalnya, tempat pengganti belum ada. Kalaupun ada penggantinya, biaya pembebasan lahan sangat mahal dan pengurus musala belum setuju dengan lokasi pengganti.
Kemudian, sertifikasi lahan di perumahan eks relokasi SKM belum selesai. Juga, adanya perubahan aturan pengurusan sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Adapun jumlah rumah yang berdiri di atas aliran sungai sebanyak 3.915 unit. Dari total rumah itu, baru 1.355 unit yang berhasil direlokasi. Masih 2.560 rumah yang belum dibongkar. [] KP