JAKARTA – Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR R)I dikabarkan akan segera memanggil Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk dimintai penjelasan terkait polemik proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang menuai kontroversi belakangan ini.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian, menyampaikan bahwa pemanggilan tersebut akan dilakukan dalam rapat kerja terdekat usai masa reses anggota dewan yang berakhir pada akhir Juni 2025. Agenda rapat juga akan membahas pernyataan Fadli terkait klaim pemerkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998 yang sempat ia sangkal di ruang publik. “Rencana kami akan undang pada saat rapat kerja (raker),” ujar Lalu singkat saat dihubungi, Selasa (17/06/2025).
Lalu secara tegas mengecam pernyataan Fadli yang menyangkal adanya kekerasan dan pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa selama tragedi Mei 1998. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak hanya mengabaikan fakta sejarah, tetapi juga melukai para korban dan menghambat proses pemulihan nama baik mereka. “Menutupinya maka sama saja kita merendahkan martabat para korban dan tidak membuka ruang untuk pemulihan nama baik mereka,” ucap Lalu.
Ia menegaskan bahwa sejarah bukanlah milik satu lembaga atau pemerintah semata, melainkan milik seluruh masyarakat. Oleh karena itu, Komisi X DPR akan terus melakukan evaluasi terhadap proses penulisan ulang sejarah yang tengah dikerjakan Kementerian Kebudayaan. “Sejarah bukan dogma. Ia ruang tafsir. Negara seharusnya menjadi fasilitator yang adil, bukan produsen tunggal narasi sejarah nasional,” kata Lalu.
Proyek penulisan ulang sejarah nasional yang digagas Kemendikbud sebelumnya menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak menilai proyek tersebut menghilangkan sejumlah bagian penting dalam sejarah bangsa, terutama terkait pelanggaran HAM berat.
Penolakan terhadap proyek tersebut semakin menguat setelah beredarnya video wawancara “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis soal Revisi Buku Sejarah”, yang tayang di kanal YouTube IDN Times pada 10 Juni 2025.
Dalam wawancara itu, Fadli Zon melontarkan dua pernyataan kontroversial. Ia menyatakan bahwa tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan massal, dalam peristiwa 1998. Ia juga mengklaim bahwa informasi tersebut hanyalah rumor yang tidak pernah tercatat dalam buku sejarah.
Sementara itu, Komnas HAM telah menegaskan bahwa terdapat bukti pemerkosaan massal dalam tragedi 1998, sehingga pernyataan Fadli tersebut dinilai bertentangan dengan temuan resmi lembaga negara.
Komisi X DPR berkomitmen untuk mengawal proses penulisan ulang sejarah agar tetap objektif, transparan, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat. []
Admin 02
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan