YOGYAKARTA – Kasus mafia tanah kembali mencuat ke publik setelah Mbah Tupon, seorang lansia buta huruf asal Bantul, DIY, diduga menjadi korban praktik kejahatan pertanahan tersebut. Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) kini telah menetapkan tujuh tersangka dalam perkara itu, dengan tiga orang di antaranya telah ditahan. “Tujuh tersangka, yang ditahan hari ini mungkin tiga, yang lain masih dalam pemanggilan,” ujar Kapolda DIY, Irjen Pol Anggoro Sukartono, saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Rabu (18/6).
Kasus ini menjadi sorotan karena mencerminkan bagaimana warga rentan, khususnya lansia dan mereka yang tidak memiliki pemahaman hukum memadai, menjadi sasaran empuk mafia tanah.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui situs resminya mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai berbagai modus operandi mafia tanah yang kian berkembang. Beberapa modus umum meliputi pemalsuan dokumen seperti sertifikat tanah, akta jual beli (AJB), dan surat waris; penyerobotan lahan; klaim atas tanah yang belum bersertifikat; hingga kolusi dengan aparat atau pejabat pemerintah.
Di era digital saat ini, praktik mafia tanah juga merambah sistem daring. Para pelaku memanfaatkan celah di sistem digital pertanahan untuk memanipulasi data atau dokumen kepemilikan. “Di era modern ini, sengketa tanah dan praktik mafia tanah semakin mengancam pemilik tanah yang sah. Mafia tanah adalah pihak-pihak yang berupaya mengambil alih kepemilikan tanah secara ilegal melalui cara-cara curang,” demikian peringatan dari laman resmi BPN, Kamis (19/6).
BPN menyatakan, dampak kejahatan ini tidak hanya pada hilangnya aset, tetapi juga berimbas besar pada stabilitas kehidupan dan keuangan korban. Oleh karena itu, BPN mengimbau masyarakat agar secara aktif memverifikasi status kepemilikan tanah, memperbarui sertifikat bila diperlukan, dan menyimpan dokumen penting di tempat yang aman.
Salah satu langkah pencegahan yang kini gencar dikampanyekan adalah penggunaan aplikasi Sentuh Tanahku, yang memungkinkan masyarakat memantau status tanah secara daring dan memastikan tidak ada perubahan mencurigakan dalam data mereka.
Menurut Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, pihaknya saat ini menekankan strategi pemberantasan mafia tanah dengan tiga pendekatan utama: penguatan pertahanan internal, penindakan tegas terhadap pelaku, dan edukasi kepada publik.
Upaya ini dipusatkan pada dua direktorat jenderal utama, yakni Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) serta Dirjen Survei Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR).
Dalam laporan akhir tahun 2024, Nusron menyebut masih ada 5.973 kasus pertanahan yang belum terselesaikan. Ia pun menegaskan pentingnya efek jera bagi para pelaku, termasuk melalui pemiskinan aset mereka. “Penindakan terhadap pelaku harus tegas. Selain hukuman pidana, kami juga akan mendorong agar aset-aset yang didapat dari hasil kejahatan disita,” tegas Nusron.
Beberapa modus mafia tanah yang perlu diwaspadai masyarakat antara lain:
-
Pemalsuan dokumen: Seperti penggandaan sertifikat asli untuk kemudian dijual kepada pihak lain.
-
Penipuan jual beli: Transaksi tanah menggunakan dokumen palsu terhadap pembeli yang kurang teliti.
-
Penyerobotan fisik: Penguasaan lahan tanpa izin, disertai intimidasi.
-
Kolusi dengan oknum aparat: Kerja sama dengan pihak yang memiliki otoritas untuk memuluskan aksi kejahatan.
Untuk melindungi hak atas tanah, masyarakat disarankan segera mendaftarkan tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), menggunakan Zona Nilai Tanah (ZNT) sebagai acuan nilai, serta memeriksa legalitas transaksi melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang resmi.
Kasus Mbah Tupon menjadi pengingat bahwa perlindungan hukum terhadap tanah harus menjadi prioritas nasional. Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak pengadilan maupun pihak lain yang disebut dalam perkara tersebut. []
Redaksi10
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan