TEHERAN – Ketegangan antara Israel dan Iran terus meningkat sejak serangan Israel ke sejumlah fasilitas militer dan nuklir Iran pada Jumat (13/06/2025), yang kemudian dibalas Iran dengan peluncuran rudal ke berbagai wilayah di Israel. Konflik ini telah menewaskan ratusan orang dari kedua belah pihak, serta menimbulkan dampak destruktif yang luas.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Iran, lebih dari 220 orang meninggal dunia akibat serangan udara Israel. Di sisi lain, otoritas Israel mencatat sebanyak 24 korban jiwa akibat balasan dari Iran. Di tengah konflik ini, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mempertimbangkan untuk terlibat langsung bersama Israel dalam menyerang fasilitas nuklir Iran.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) meluncurkan serangan dengan nama Operasi Rising Lion. Serangan ini diawali dengan pemberitahuan evakuasi kepada warga di Distrik 18 Teheran, termasuk mereka yang tinggal di bangunan militer dan perumahan sipil. Beberapa jam kemudian, serangan pertama menghantam wilayah Teheran sekitar pukul 03:30 waktu setempat, dan turut merusak kawasan pemukiman sebagaimana dilaporkan media pemerintah Iran.
Jurnalis BBC tidak dapat meliput langsung dari Iran akibat pembatasan ketat pemerintah, yang membuat sulit untuk memverifikasi kerusakan secara menyeluruh. Namun, IDF menyatakan bahwa fasilitas nuklir Natanz mengalami kerusakan berat. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan serangan itu menyasar inti program nuklir Iran. “Jika tidak dihentikan, Iran dapat memproduksi senjata nuklir dalam waktu yang sangat singkat,” klaim Netanyahu. Iran bersikeras bahwa program nuklirnya ditujukan untuk kepentingan damai.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, merespons serangan tersebut dengan peringatan bahwa Israel “harus mengantisipasi hukuman berat”. Iran kemudian membalas lewat operasi True Promise 3 dengan meluncurkan sekitar 100 rudal balistik ke sejumlah target militer dan pangkalan udara di Israel. IDF mengklaim mayoritas rudal berhasil dihadang sistem pertahanan Iron Dome.
Konflik yang telah berlangsung selama beberapa hari itu telah menyebabkan kematian sejumlah tokoh penting Iran, termasuk Komandan Garda Revolusi, Hossein Salami, dan mantan Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Fereydoon Abbasi. Iran juga melaporkan kematian warga sipil, termasuk anak-anak. Di sisi lain, Israel menyatakan berhasil menghancurkan sejumlah peluncur rudal dan pusat pengoperasian drone milik Iran.
Militer Israel mengklaim telah mencapai “keunggulan udara penuh” atas Teheran dan berhasil melumpuhkan sepertiga peluncur rudal Iran. Pernyataan itu disampaikan setelah beberapa rudal Iran menghantam wilayah utara dan tengah Israel, menewaskan setidaknya delapan warga sipil.
Sementara itu, Presiden Trump disebut-sebut tengah menimbang kemungkinan mengarahkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran bersama Israel. Dalam pernyataannya, Trump menyebut AS mengetahui keberadaan Ayatollah Khamenei, namun tidak akan melakukan serangan terhadapnya “untuk saat ini”. Khamenei menanggapi pernyataan tersebut dengan peringatan bahwa campur tangan militer AS bisa membawa “kerusakan yang tidak dapat diperbaiki”.
Trump, yang sempat meninggalkan KTT G7 lebih awal, menyatakan tidak berniat menjadi perantara gencatan senjata, melainkan menginginkan “akhir yang nyata”. Ia menegaskan keinginannya untuk menyaksikan “penyerahan sepenuhnya” dari Iran. Sebelumnya, pertemuan antara AS dan Iran yang dijadwalkan berlangsung pada Minggu (15/06/2025) dibatalkan usai pecahnya serangan Israel.
Netanyahu menyatakan bahwa operasi militer yang dilancarkan bertujuan untuk memukul mundur ancaman Iran dan mencegah program nuklir negara tersebut berkembang lebih jauh. Menurut seorang pejabat militer Israel, Iran telah memiliki cukup bahan untuk membuat bom nuklir dalam waktu dekat. Namun, pihak Iran menampik tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa semua aktivitas nuklir yang mereka lakukan bersifat damai.
Situasi ini menjadi lebih kompleks karena pembicaraan terkait program nuklir Iran yang telah dimulai sejak April tahun ini menemui jalan buntu. Tahun lalu, ketegangan serupa terjadi pada bulan April dan Oktober, namun skala serangan saat ini dinilai jauh lebih besar.
Iran selama ini menyatakan bahwa program nuklirnya bertujuan untuk kebutuhan sipil. Namun, Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam pernyataannya bulan Juni menyebut Iran melanggar kewajiban non-proliferasi untuk pertama kalinya dalam dua dekade. IAEA mencatat bahwa Iran telah memperkaya uranium hingga tingkat 60 persen, yang mendekati ambang batas untuk membuat senjata nuklir, serta cukup untuk merakit hingga sembilan bom nuklir. []
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan