JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pelaku usaha batu bara untuk mencari pasar ekspor baru di luar China dan India. Langkah ini diambil menyusul berkurangnya permintaan dari kedua negara tersebut akibat melimpahnya pasokan dalam negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, menjelaskan bahwa volume ekspor ke China dan India menurun karena peningkatan produksi domestik di kedua negara. “Ya karena produksi, karena memang suplai lagi over, India sama China kan produksinya meningkat,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM .
Meskipun realisasi ekspor hingga akhir tahun belum dapat diproyeksikan secara rinci, pemerintah tetap mempertahankan target produksi nasional sebesar 715 juta ton pada 2025. Untuk mencapai angka tersebut, Tri meminta perusahaan batu bara menyoroti pasar di kawasan ASEAN, seperti Vietnam dan Malaysia, yang dianggap potensial untuk diversifikasi ekspor melalui skema business-to-business (B2B).
Penurunan ekspor ke tujuan utama seperti China dan India diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa tahun mendatang. Dalam laporan terbaru Energy Shift Institute (ESI) berjudul Coal in Indonesia: Paradox of Strength and Uncertainty, dipaparkan adanya perubahan struktural dalam permintaan batu bara global .
Hazel Ilango, Principal dan Pemimpin Kajian Transisi Batu Bara Indonesia di ESI, menuturkan bahwa penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) akan semakin mendominasi dan mengurangi ketergantungan terhadap fosil. “Kita juga melihat pergeseran struktural dalam permintaan. Berdasarkan riset EMBER, grafik di sebelah kiri menunjukkan bahwa di Tiongkok, permintaan listrik baru (garis hitam) terus meningkat, sementara pembangkit fosil (garis merah) mulai melandai sejak awal 2010-an,” kata Hazel dalam peluncuran laporan di Jakarta pada 18/06/2025 .
Di India, tren serupa mulai tampak meski lebih lambat. Saat ini, sekitar dua pertiga pertumbuhan permintaan listrik di negara tersebut masih bergantung pada batu bara, namun pergeseran ke energi bersih kian nyata. “Jika tren ini berlanjut, ekspor batu bara Indonesia bisa stagnan atau bahkan turun dalam jangka panjang,” tambah Hazel .
Selain faktor permintaan, komitmen negara tujuan ekspor juga memengaruhi prospek batu bara Indonesia. Presiden Xi Jinping baru-baru ini menegaskan kembali komitmen terhadap target iklim 2035 dan pengembangan energi bersih. Data 2024 menunjukkan bahwa energi bersih memenuhi 81 persen pertumbuhan permintaan listrik di China, menandakan ketergantungan pada batu bara akan mencapai puncak dan mulai menurun.
Dengan kondisi tersebut, upaya diversifikasi pasar ekspor batu bara menjadi krusial bagi pemerintah dan pelaku usaha. Indonesia perlu memanfaatkan peluang di pasar regional dan mendorong inovasi dalam rantai pasok untuk menjaga keberlanjutan industri batu bara di tengah pergeseran global menuju energi bersih. []
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan