KOTAWARINGIN TIMUR – Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengenai kewajiban penggunaan pelat nomor KH bagi kendaraan operasional perusahaan dinilai masih sebatas wacana tanpa penerapan yang tegas. Hal itu terlihat dari maraknya kendaraan perusahaan berskala besar yang masih menggunakan pelat luar daerah, terutama di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa kendaraan angkutan perusahaan, terutama yang membawa komoditas seperti CPO dan hasil industri lainnya, masih bebas beroperasi menggunakan pelat luar Kalimantan Tengah. Situasi ini bukan hanya memicu kerusakan infrastruktur jalan karena tonase kendaraan yang tinggi, tetapi juga menimbulkan kerugian dari sisi pendapatan daerah. Sebab, pembayaran pajak kendaraan berdasarkan kode pelat akan masuk ke daerah asal, bukan ke Kotawaringin Timur sebagai wilayah operasional kendaraan tersebut.
Kewajiban penggunaan pelat KH sebenarnya telah tertuang dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Optimalisasi Pendapatan Daerah. Dalam Pasal 4 aturan tersebut ditegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang beroperasi di Kalimantan Tengah wajib menggunakan kendaraan operasional bernomor polisi KH. Namun, hingga kini belum terlihat adanya sanksi nyata terhadap pelanggaran peraturan tersebut.
Situasi ini menjadi perhatian anggota DPRD Kotim, Wahito Fajriannor. Ia mengkritik lemahnya penerapan aturan dan minimnya kontribusi perusahaan terhadap pendapatan asli daerah. “Banyak perusahaan yang berdiri dan beroperasi di Kotim, tetapi belum sebanding dengan kontribusinya terhadap PAD. Artinya, masih banyak peluang yang belum digarap secara optimal,” kata Wahito.
Ia menyoroti fakta bahwa kendaraan perusahaan yang menggunakan pelat luar daerah mengakibatkan potensi pendapatan dari opsen pajak kendaraan bermotor tidak dinikmati oleh daerah. “Kendaraan operasional perusahaan yang menggunakan pelat luar daerah ini membuat potensi pendapatan dari sektor opsen PKB kita tidak optimal. Seharusnya ini bisa ditertibkan untuk menambah PAD,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai aktivitas kendaraan berat yang tidak sesuai kapasitas jalan juga mempercepat kerusakan infrastruktur. “Infrastruktur jalan yang seharusnya bisa bertahan lebih lama, tetapi karena dilalui kendaraan yang melebihi kapasitas jalan membuat lebih cepat rusak,” katanya.
Wahito mendukung langkah pemerintah daerah dalam meminta perusahaan mengganti pelat kendaraan menjadi pelat KH. Ia juga menekankan pentingnya penegakan aturan. “Kami berharap dinas terkait dapat menindaklanjuti persoalan ini secara konkret. Perlu ada regulasi dan penegakan aturan agar perusahaan tidak hanya mengambil manfaat dari wilayah ini, tapi juga memberikan kontribusi nyata bagi daerah,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) Kotim. Ia mengimbau semua pihak yang menggunakan kendaraan untuk operasional di Kotim agar melakukan balik nama dan mematuhi aturan. “Kami ajak masyarakat yang berinvestasi atau menggunakan transportasi di Kotim agar patuh. Gunakan pelat KH, karena kendaraannya dipakai di sini. Dengan begitu, daerah kita juga mendapatkan manfaatnya,” ujarnya. []
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan