WASHINGTON DC – Amerika Serikat resmi menghentikan program bantuan luar negeri yang selama ini dijalankan oleh Badan Pembangunan Internasional AS (USAID). Kebijakan tersebut diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Marco Rubio dalam sebuah pernyataan bertajuk “Menjadikan Bantuan Asing Kembali Hebat” yang dirilis pada Selasa (1/7). Ia menyampaikan bahwa perubahan kebijakan tersebut mulai diberlakukan sejak tanggal yang sama.
Dalam pernyataannya, Rubio menyampaikan kritik tajam terhadap kinerja USAID. Menurutnya, badan tersebut gagal memenuhi tujuan utama pembangunan di berbagai negara. Ia menyoroti bahwa alih-alih membawa stabilitas dan kemajuan, program bantuan justru sering kali diikuti oleh memburuknya kondisi di lapangan serta meningkatnya sentimen anti-Amerika.
Rubio menegaskan bahwa bantuan luar negeri yang sejalan dengan arah kebijakan pemerintah akan tetap diberikan, namun kini pengelolaannya dipindahkan di bawah Kementerian Luar Negeri. “Program bantuan akan diberikan dengan akuntabilitas, strategi, dan efisiensi yang lebih baik di bawah Kementerian Luar Negeri AS saat ini,” ucap dia.
Kebijakan penghentian program USAID ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas internasional dan kemanusiaan. USAID selama ini dikenal sebagai salah satu lembaga donor terbesar di dunia yang mendanai berbagai inisiatif di bidang kesehatan, pendidikan, serta penanggulangan bencana di negara-negara berkembang.
Sejak Presiden Donald Trump dilantik pada Januari lalu, telah dibentuk Kementerian Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang bertugas meninjau kembali lembaga-lembaga federal, termasuk USAID. Lembaga ini menjadi salah satu target utama restrukturisasi dengan pemangkasan personel dan evaluasi program secara menyeluruh.
Kekhawatiran terkait dampak penghentian bantuan semakin mencuat setelah jurnal medis terkemuka asal Inggris, The Lancet, dalam edisi yang terbit pada Senin (30/6), memperkirakan bahwa penghentian dana bantuan dari USAID berpotensi menyebabkan lebih dari 14 juta kematian tambahan di negara-negara miskin sebelum tahun 2030. Temuan tersebut menggarisbawahi dampak luas yang mungkin ditimbulkan dari kebijakan baru ini, terutama terhadap sektor kesehatan global dan perlindungan sosial di kawasan rentan.
Langkah pemerintah AS ini disebut-sebut sebagai bagian dari perubahan pendekatan terhadap diplomasi luar negeri, di mana prioritas diberikan pada kepentingan nasional dan strategi efisiensi birokrasi. Meski demikian, banyak pihak masih mempertanyakan sejauh mana langkah tersebut akan berdampak positif dalam jangka panjang, baik bagi Amerika Serikat maupun negara-negara penerima bantuan.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan