RIAU – Tradisi Pacu Jalur, yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau sejak abad ke-17, kini menjadi simbol perjuangan identitas budaya nasional setelah viral di media sosial global dan diklaim sebagai milik negara lain. Tak sekadar urusan warisan budaya, situasi ini menggerakkan semangat kolektif warga dan netizen Indonesia dalam mempertahankan nilai-nilai leluhur yang hampir direbut oleh pihak asing.
Video Pacu Jalur yang menampilkan anak-anak menari di ujung perahu panjang, atau yang dikenal dengan istilah “Togak Luan”, menjadi perbincangan internasional setelah diunggah oleh klub sepak bola Paris Saint-Germain (PSG) dan beberapa pesepak bola dunia. Popularitas yang mendadak di platform seperti TikTok bahkan melahirkan tren baru bertajuk “Aura Farming”.
Namun, ketenaran ini justru memantik kontroversi. Warganet dari beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, hingga Filipina ramai-ramai mengklaim tradisi Pacu Jalur sebagai bagian dari budaya mereka. Respons ini langsung mendapat perlawanan dari publik Indonesia, khususnya netizen, yang secara aktif menyebarkan narasi sejarah Pacu Jalur di media sosial.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat, menanggapi serius klaim sepihak tersebut. Ia menegaskan, “Pemerintah Provinsi Riau saat ini sedang mengajukan Pacu Jalur sebagai warisan budaya tak benda yang diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).”
Roni menilai, kedekatan budaya dan letak geografis antara Riau dan Malaysia menjadi salah satu alasan munculnya klaim tersebut. Namun ia menegaskan, “Pacu Jalur adalah milik Kuantan Singingi, Riau.”
Langkah pengajuan ke UNESCO dinilai strategis, tak hanya untuk pengakuan internasional, tetapi juga sebagai perlindungan hukum global terhadap warisan budaya Indonesia. Pacu Jalur sendiri telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh pemerintah pusat sejak 2015, bersama tradisi Menumbai Petalangan dan Koba Rokan.
Tradisi ini awalnya merupakan sarana transportasi hasil bumi seperti pisang dan tebu, kemudian berkembang menjadi perlombaan perahu tahunan yang dihiasi kepala naga, harimau, hingga buaya. Acara tersebut selalu diiringi tarian adat dan simbol tradisional, seperti tiang tinggi dan payung warna-warni, menjadikannya salah satu atraksi budaya paling meriah di Riau.
“Pacu Jalur merupakan warisan budaya tak benda yang telah diakui secara nasional oleh Kementerian Kebudayaan Indonesia,” tegas Roni. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah berkomitmen mendukung pelestarian tradisi ini melalui penyelenggaraan Festival Pacu Jalur, dokumentasi budaya, dan edukasi kepada generasi muda.
Kini, bukan hanya pemerintah yang bergerak. Kecintaan masyarakat terhadap tradisi ini tampak dari keterlibatan aktif mereka dalam menyuarakan asal-usul Pacu Jalur di ranah digital. Aksi ini menjadi refleksi bahwa warisan budaya bukan sekadar aset sejarah, melainkan identitas yang menyatukan bangsa. Upaya kolektif ini diharapkan mampu menempatkan Pacu Jalur di posisi yang semestinya—sebagai kebanggaan Indonesia di mata dunia.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan