Dituding Kambing Hitam, Honorer Pemkab Hadapi Tuntutan Pidana

TANAH BUMBU – Arifuddin, honorer asisten bagian rumah tangga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Bumbu, merasa menjadi “kambing hitam” dalam kasus dugaan pembelian lahan fiktif seluas 5 hektare di Kecamatan Simpang Empat. Pria yang hanya menandatangani dokumen sebagai pemilik tanah itu kini harus berhadapan dengan tuntutan pidana.

Pengakuannya disampaikan melalui eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanah Bumbu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Selasa (8/7). Padahal, tanah senilai Rp4,7 miliar yang dibeli untuk pembangunan kantor kecamatan pada 2023 itu ternyata milik Pemkab.

“Dijadikan kambing hitam atas kebijakan struktural. Yang mana ada perintah atasan untuk menandatangani surat sporadik dari pejabat struktural. Klien kami tidak berada dalam posisi yang bisa menolak perintah tersebut,” tegas kuasa hukum Arifuddin, Cipta Ari Bhaskara, di depan majelis hakim yang diketuai Ariyas Dedy.

Sebagai tenaga honorer, Arifuddin digambarkan berada dalam posisi rentan—hanya menjalankan perintah atasan tanpa memahami konsekuensi hukumnya. “Dengan demikian, sangat tidak adil apabila klien kami menanggung pertanggungjawaban pidana dan turut dibebankan kepadanya,” tambah Cipta.

Yang lebih memprihatinkan, Arifuddin sama sekali tidak menikmati dana hasil penjualan tanah yang dianggap fiktif. “Hukum pidana, khususnya dalam tindak pidana korupsi, menuntut adanya unsur kesalahan, baik dalam bentuk kesengajaan maupun kelalaian. Dalam hal ini, tidak ditemukan adanya niat, motif, atau pengetahuan dari klien kami untuk melakukan perbuatan yang dilarang hukum,” tegasnya.

Sementara itu, terdakwa lain, Amruddin (mantan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/PUPR Tanah Bumbu), melalui kuasa hukumnya, Diswan, menyatakan bahwa uang pembelian lahan telah dikembalikan ke kas daerah berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, JPU dinilai tidak mencantumkan fakta ini dalam dakwaan.

“Dakwaan JPU tidak mengungkap fakta hukum tentang telah dikembalikannya uang dari terdakwa Arifuddin seluruhnya ke kas daerah,” ujar Diswan. Ia juga menegaskan bahwa Rp1 miliar yang dijadikan barang bukti bukan pengembalian dari Arifuddin, melainkan pinjaman mantan Bupati Tanah Bumbu, Zairullah Azhar, kepada Amruddin.

Kasus ini menyeret nama Zairullah Azhar, yang diduga menerima Rp300 juta dari total kerugian negara Rp4,8 miliar. Selain itu, sejumlah pihak lain juga disebut menikmati aliran dana hasil penjualan tanah fiktif, termasuk Muhammad Iswandi (Rp1 miliar), Yadi Mahendra (Rp1 miliar), dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Tineke dan Rekan (Rp87 juta).

Kasus ini bermula ketika Dinas PUPR Tanah Bumbu menganggarkan Rp4,77 miliar untuk pembelian tanah pembangunan Kantor Kecamatan Simpang Empat pada 2023. Dalam pertemuan dengan bupati, terdakwa Hernadi dan Amruddin diminta mempercepat pencairan dana. “Tolong dibantu proses pencairan tanah pembangunan Kantor Kecamatan Simpang Empat. Kalau bisa hari ini sudah selesai,” kutip JPU Eddy Akbar dari pernyataan Zairullah.

Kini, Arifuddin—yang hanya seorang honorer—terjebak dalam pusaran kasus korupsi, sementara para pejabat yang diduga terlibat masih terus diperiksa.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com