TARAKAN – Komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran narkotika kembali diuji dalam sidang lanjutan kasus sabu seberat 74 kilogram yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Rabu (9/7/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan menyatakan tetap pada tuntutan hukuman mati terhadap tiga terdakwa yang diduga kuat sebagai bagian dari jaringan peredaran narkoba berskala besar.
Ketiga terdakwa yakni Daniel Costa, Ariwibowo, dan Widi Pranata, dituntut hukuman mati karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kejahatan narkotika. Replik JPU tersebut merupakan tanggapan atas pledoi atau pembelaan dari masing-masing terdakwa yang sebelumnya dibacakan oleh penasihat hukum.
Dalam pledoi, tim penasihat hukum terdakwa berupaya meredam tuntutan dengan berbagai dalih. Daniel Costa, melalui penasihat hukumnya, memohon pembebasan karena merasa tidak mengetahui bahwa sabu disimpan di dalam kendaraan yang dikendarainya. Sementara dua terdakwa lainnya, Ariwibowo dan Widi Pranata, meminta keringanan hukuman.
Namun, JPU menolak seluruh argumen tersebut. “Kita berpandangan bahwa pembuktian di persidangan sudah cukup. Apa yang menjadi dalil dari PH terdakwa, kami minta dikesampingkan,” tegas Kepala Seksi Intelijen Kejari Tarakan, Mohammad Rahman.
Ia menegaskan bahwa peran masing-masing terdakwa telah diuraikan secara jelas dalam surat tuntutan. “Meskipun dari pihak PH menyatakan tidak ada fakta yang membuktikan peran Daniel, kami tetap meyakini keterlibatannya. Dalam surat tuntutan, perannya sudah kami uraikan dan buktikan,” ujar Rahman.
Sementara itu, tim penasihat hukum yang dipimpin Dedy Gud Silitonga, SH MH, tetap bersikukuh pada nota pembelaan yang telah mereka sampaikan. “Kami tetap pada pledoi kami. Tidak terbukti jelas apa peran masing-masing terdakwa, khususnya Daniel Costa. Ia juga sempat menyampaikan pembelaan secara pribadi, bahwa ia tidak tahu di unit mobil itu ada sabu,” katanya.
Daniel Costa bahkan menyampaikan permohonan maaf dan berharap keringanan. “Dia tidak tahu bahwa di dalam unit itu ada narkoba. Makanya kami memohon agar klien kami dibebaskan. Tapi apa pun keputusan majelis hakim nanti, itulah yang terbaik untuk klien kami,” lanjut Dedy.
Kasus ini menjadi sorotan karena volumenya yang sangat besar dan berpotensi merusak generasi muda. Jika hukuman maksimal tidak dijatuhkan, publik khawatir pesan pencegahan terhadap bandar narkoba tidak cukup kuat. Majelis hakim dijadwalkan akan membacakan putusan dalam sidang berikutnya.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan