NUNUKAN – Duka kehilangan istri belum usai dirasakan Jufri. Kini, pria tersebut menghadapi tekanan finansial dan psikologis setelah mendapati dirinya ditagih membayar sisa hutang senilai lebih dari Rp800 juta oleh pihak pegadaian. Tagihan itu muncul akibat dugaan bahwa emas yang digadaikan almarhumah istrinya pada 2024 ternyata tidak asli.
Kasus ini bermula ketika sang istri, semasa hidupnya, menggadaikan emas dengan nilai taksiran sekitar Rp1,2 miliar. Sebagian cicilan sempat dibayar, namun situasi berubah saat istrinya jatuh sakit dan harus dirawat di Sulawesi hingga akhirnya meninggal dunia. Jufri kini harus menanggung beban yang tak pernah ia perkirakan sebelumnya.
Tak hanya harus berhadapan dengan kenyataan pahit kehilangan pasangan, Jufri juga merasa dirugikan secara hukum dan moral karena tidak pernah mengetahui ihwal transaksi penggadaian tersebut secara detail. Dalam kondisi tertekan, ia melapor ke Kepolisian Resor (Polres) Nunukan agar mendapat kejelasan atas status hukum dan tanggung jawab atas tagihan tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Nunukan, Inspektur Polisi Satu (Iptu) Agustian Sura Pratama, menyebut bahwa laporan Jufri telah diterima, namun keterangan awal yang disampaikan belum menjelaskan secara rinci kondisi emas saat digadaikan.
“Pihak pegadaian mengklaim emas yang digadai oleh istri pelapor adalah emas palsu. Ini yang menjadi pertanyaan besar bagi kami. Sebelum barang digadaikan, ada prosedur yang jelas, termasuk penaksir yang mengecek keaslian barang. Jadi, bagaimana emas palsu bisa lolos saat proses gadai?” ujar Agustian, Rabu (9/7/2025).
Polres Nunukan juga telah memanggil pihak pegadaian untuk memberikan klarifikasi. Namun, pemanggilan tersebut baru direspons pada Rabu setelah beberapa kali undangan dikirim. Dari pemeriksaan awal, ditemukan perbedaan pengakuan antara pejabat pegadaian dengan kejadian yang dilaporkan.
“Kepala cabang pegadaian yang kami panggil mengaku tidak menerima emas tersebut langsung, melainkan pelaksana tugas yang bertanggung jawab pada saat itu. Kami juga tengah memeriksa surat cuti dan surat tugas pelaksana tugas yang diberikan kepada pegawai tersebut,” jelas Agustian.
Situasi kian rumit setelah diketahui bahwa penaksir yang menangani emas pada 2024 sudah tidak lagi bekerja di kantor tersebut dan telah dipindahkan ke Berau. Dugaan bahwa emas palsu bisa lolos dari pengawasan penaksir menjadi sorotan dalam penyelidikan.
“Kenapa baru sekarang diketahui bahwa emasnya palsu? Hal ini sangat mustahil karena pegadaian adalah instansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki alat canggih untuk menilai keaslian emas. Mereka harusnya bisa memastikan keaslian emas tersebut saat pertama kali digadaikan,” tegas Agustian.
Menurutnya, sebagai lembaga resmi, pegadaian memiliki sistem yang ketat dan penaksir berlisensi. Jika terjadi kesalahan dalam pemeriksaan awal, maka hal tersebut perlu ditelusuri secara mendalam.
“Kami sebagai unit reskrim jika ingin menaksir emas, pasti menghubungi pegadaian untuk mendapatkan surat keterangan terkait keabsahan barang. Jika pegadaian menyatakan emas itu palsu, maka hal ini harus diselidiki lebih lanjut,” ujarnya.
Penyelidikan terus berlangsung, dan nasib Jufri kini bergantung pada sejauh mana aparat penegak hukum dapat mengurai kebenaran di balik kasus ini. Di tengah tekanan hidup pasca-kehilangan, ia berharap keadilan bisa ditegakkan agar tidak menanggung kesalahan yang bukan menjadi tanggung jawabnya.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan