BARITO KUALA – Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) menetapkan kawasan transmigrasi Cahaya Baru di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan, sebagai bagian dari program pembangunan hingga tahun 2029. Penetapan ini menjadi salah satu upaya strategis pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan memperkuat pembangunan kawasan yang dulunya menjadi lokasi transmigrasi.
Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Batola, Arif Widodo, menjelaskan bahwa program ini tidak bertujuan mendatangkan transmigran baru seperti dari Pulau Jawa, melainkan fokus pada pemberdayaan warga lokal dan penguatan infrastruktur. “Tahun ini kami mengusulkan peningkatan jalan yang ada di dalam kawasan. Tentunya yang tidak dikerjakan oleh instansi terkait, agar tidak terjadi tumpang tindih,” jelas Arif, Kamis (10/07/2025).
Kawasan yang dimaksud mencakup 59 desa di tujuh kecamatan, termasuk Desa Cahaya Baru di Kecamatan Jejangkit. Desa ini dulunya merupakan lokasi pemukiman transmigran, baik dari luar Kalimantan maupun masyarakat lokal. Warga transmigran yang datang pada masa awal mendapatkan lahan garapan, namun tidak semua lahan berhasil dikelola secara optimal. Sebagian kawasan pertanian tampak tidak dimanfaatkan dan kini ditumbuhi semak belukar atau berupa rawa.
Sejumlah fasilitas umum telah dibangun di desa ini, seperti sekolah dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama, kantor desa, pos kesehatan desa, balai keluarga berencana, dan unit pelaksana teknis dinas pendidikan. Meski jalan utama desa telah diaspal, banyak akses jalan ke kawasan permukiman dan persawahan masih berupa tanah atau pengerasan batu split.
Sekretaris Desa Cahaya Baru, Hadi, mengatakan sebagian besar warga merupakan petani. “Ada juga yang menanam jeruk dan sayuran,” jelasnya. Ia juga menyebut bahwa jumlah warga eks transmigran telah menyusut dibandingkan awal kedatangan. “Sebagian mungkin ada yang pulang ke daerah asal,” terangnya.
Salah seorang mantan transmigran bernama Samsudin (62) mengisahkan bahwa ia datang dari Blitar, Jawa Timur, pada tahun 2005. Menurutnya, tidak sedikit rekan sesama transmigran yang kembali ke kampung halaman karena kesulitan mengelola lahan yang rawan tergenang air. “Kadang airnya tinggi, sehingga sulit ditanami. Makanya ada yang menjual lahan kemudian pulang,” katanya.
Camat Jejangkit, Didik, menyatakan dukungannya terhadap program Kemendes PDT. “Kami tentu menyambut baik kalau Desa Cahaya Baru masuk prioritas pembangunan,” pungkasnya.
Sementara itu, perhatian terhadap program ini juga muncul dari kalangan mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalimantan menyuarakan kritik melalui akun Instagram resminya dengan pernyataan tegas, “Kalimantan Bukan Tanah Kosong.” Mereka menilai bahwa program transmigrasi yang tidak berpihak secara adil kepada masyarakat lokal berisiko menimbulkan ketimpangan. “Jangan jadikan kami penonton di tanah sendiri,” tulis organisasi mahasiswa tersebut.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan