BEIJING – Tiongkok kembali diguncang oleh kasus penipuan seksual yang menguak sisi gelap dunia maya. Polisi mengungkap aksi seorang pria bernama Jiao yang menyamar sebagai wanita dan dilaporkan telah menjalin hubungan seksual dengan lebih dari 1.600 pria. Identitas korban yang sebagian besar berstatus keluarga, menjadikan kasus ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga luka sosial dan psikologis mendalam.
Dalam kesehariannya di dunia maya, Jiao tampil dengan wig dan riasan mencolok. Ia menggunakan nama samaran “Sister Red”, dan memperhalus suaranya dengan filter digital saat berbincang secara daring. Modus tersebut membuat banyak pria terperdaya, tanpa curiga bahwa sosok yang mereka kenal hanyalah ilusi digital.
“Beberapa laporan dari media China menyatakan bahwa meski ada beberapa pria yang menyadari kalau Sister Red ini adalah seorang pria, mereka tetap melanjutkan hubungan seksual tersebut,” tulis laporan World of Buzz.
Namun bukan sekadar hubungan fisik, Sister Red diam-diam merekam setiap pertemuan dan menjual kontennya secara daring. Tanpa sepengetahuan korban, kehidupan pribadi mereka tersebar di internet. Akibatnya, banyak di antara mereka yang kini dihantui rasa malu, kecemasan, bahkan kehilangan kepercayaan dari keluarga.
Menurut laporan yang sama, “Sister Red berhasil menarik banyak pelanggan setia yang kembali kepadanya berkali-kali.” Beberapa video yang beredar bahkan tanpa disengaja menjadi bukti perselingkuhan dan meruntuhkan rumah tangga korban.
Kasus ini membuka mata publik tentang pentingnya kewaspadaan dalam interaksi daring. Di balik layar, siapa pun bisa menjadi siapa saja. Bagi para korban, selain kehilangan privasi dan martabat, mereka kini harus menghadapi tekanan sosial luar biasa. Identitas mereka yang mungkin terbongkar melalui rekaman-rekaman tak bermoral, menjadi ancaman yang terus menghantui.
Pihak kepolisian Tiongkok belum merilis rincian dakwaan resmi terhadap Jiao. Namun penyelidikan terus berlanjut, terutama untuk menelusuri distribusi video ilegal serta menanggulangi dampaknya terhadap masyarakat.
Kasus Sister Red menunjukkan bahwa teknologi, bila disalahgunakan, bisa menjadi alat manipulasi yang menghancurkan kehidupan. Perlindungan terhadap korban dan edukasi literasi digital menjadi hal mendesak agar tragedi serupa tidak terulang.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan