Gempa M 8,7 Guncang Kamchatka, Indonesia Sempat Siaga Tsunami

JAKARTA – Gempa bumi berkekuatan magnitudo 8,7 mengguncang Semenanjung Kamchatka, wilayah Timur Jauh Rusia, pada Rabu pagi (30/07/2025) pukul 06.24 WIB. Gempa tersebut sempat memicu peringatan dini tsunami di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa gempa tersebut tergolong dangkal dan dipicu oleh aktivitas subduksi lempeng di Palung Kurile-Kamchatka. Gempa ini memiliki mekanisme naik (thrust fault) dan dinilai cukup kuat untuk menimbulkan ancaman tsunami di beberapa negara, seperti Jepang, Alaska, Filipina, Hawaii, Guam, dan Indonesia.

BMKG segera mengeluarkan peringatan dini tsunami untuk Indonesia. Sebanyak sepuluh wilayah di Tanah Air diperkirakan mengalami dampak dengan ketinggian gelombang laut mencapai 50 sentimeter. Wilayah-wilayah tersebut antara lain Talaud, Gorontalo, Halmahera Utara, Manokwari, Raja Ampat, Biak Numfor, Supiori, Sorong bagian utara, Jayapura, dan Sarmi.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menekankan bahwa tinggi tsunami 50 cm tetap berbahaya dan tidak boleh dianggap sepele. Ia mengingatkan kembali peristiwa tsunami Jepang 2011 yang menyebabkan korban jiwa di Jayapura. “Kita bisa lihat pengalaman kita di 2011, itu ada 1 korban jiwa di Jayapura, ini satu di antara hanya 2 korban jiwa pada saat tsunami 2011 Jepang di luar Jepangnya. Jadi jangan sampai ini terulang, jadi benar-benar kita waspadai,” kata Abdul.

Masyarakat diimbau untuk menjauh dari pesisir pada waktu estimasi kedatangan tsunami, dan tetap waspada terhadap kemungkinan gelombang susulan. BMKG mencatat tujuh gempa susulan sejak peringatan dikeluarkan, dengan magnitudo terbesar M 6,9.

BMKG menggunakan tsunami gauge, alat pemantau tinggi muka air laut secara real-time, untuk mendeteksi pergerakan air laut. Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa bentuk geografis teluk atau daratan yang sempit dapat memperbesar dampak gelombang. “Warning atau peringatan dini hari ini terkait dengan status ancamannya adalah waspada atau kurang dari 0,5 meter. Namun pada kasus-kasus khusus di kawasan yang sangat lokal pada pantai yang berbentuk teluk atau sorong yang sempit, maka akan memungkinkan terjadinya amplifikasi tsunami sehingga amplifikasinya bisa lebih dari 0,5 meter. Ini yang harus kita waspadai,” kata Daryono.

Terkait hal ini, BPBD Talaud segera meliburkan sekolah dan menyampaikan imbauan evakuasi kepada warga. “Kita sudah melakukan langkah-langkah mitigasi, termasuk anak sekolah kita sudah liburkan,” ujar Kalaksa BPBD Talaud, Ordik Rompah.

Langkah serupa diambil BPBD Papua. Di Jayapura, sejumlah siswa dipulangkan lebih awal. Kepala BPBD Kota Jayapura, Nofdi, menyebut bahwa warga di Teluk Youtefa diarahkan untuk naik ke dataran tinggi guna menghindari potensi tsunami. “Kami imbau kepada masyarakat ketika sudah jam yang dirilis oleh BMKG, sedapat mungkin warga yang ada di posisi rawan di pesisir pantai Teluk Youtefa kalau bisa mereka sudah naik dataran tinggi, dan anak buah kita sudah ke lapangan,” jelasnya.

Di Gorontalo, beberapa warga turut mengungsi ke dataran tinggi. Warga Kelurahan Leato Utara, Haidar Masai, mengaku terkejut atas informasi tsunami dan langsung menghubungi keluarganya di Bone Bolango untuk evakuasi. “Kaget, takut, harus waspada saja. Tsunami waspada saja. Pokoknya waspadalah seperti apa Allah SWT berikan kita terima,” katanya.

Sementara itu, pelayaran dari Manado ke Talaud ditunda. Kapolres Talaud, AKBP Arie Sulistyo Nugroho, memastikan langkah pengamanan dilakukan oleh seluruh jajarannya, baik melalui patroli langsung maupun media sosial.

BMKG mengonfirmasi bahwa total terdapat 13 wilayah di Indonesia yang mencatat kenaikan muka laut akibat tsunami, seperti Jayapura, Sarmi, Sorong, Halmahera Tengah, Bitung, Manado, dan lainnya, dengan ketinggian antara 0,06 hingga 0,5 meter.

Setelah pemantauan intensif, BMKG menyatakan bahwa peringatan dini tsunami di Indonesia resmi dicabut pada pukul 22.42 WIB. “Seluruh marigram di Indonesia sudah cenderung meramping dan mengecil gambaran energi sudah terdisipasi,” kata Daryono.

Namun, menurut Abdul Muhari, keputusan untuk mencabut peringatan tidak dilakukan terburu-buru karena karakteristik tsunami dapat berubah dan gelombang terbesar bisa terjadi belakangan. “Apakah trennya masih naik atau energinya sudah habis,” ujar Abdul.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com