JAKARTA – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menjadi sorotan publik menyusul penerapan kebijakan perpajakan terbaru yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Kebijakan tersebut meliputi pajak atas pembelian emas batangan serta transaksi e-commerce, yang diberlakukan melalui dua peraturan menteri yang terbit tahun ini.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025, ditetapkan bahwa setiap pembelian emas batangan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen. Kebijakan ini dinilai mengejutkan oleh sebagian masyarakat karena diterapkan di tengah ketidakpastian ekonomi dan dinilai memberatkan konsumen kecil.
Selain itu, PMK Nomor 37 Tahun 2025 mengatur tentang pungutan pajak atas transaksi digital di platform e-commerce. Dalam regulasi tersebut, e-commerce dengan pendapatan di atas Rp500 juta akan dikenai PPh final sebesar 0,5 persen, dengan batas atas mencapai Rp4,8 miliar. Ketentuan ini menyasar para pelaku usaha digital berskala menengah hingga besar.
Tak berhenti di situ, isu perpajakan juga menyentuh aktivitas di media sosial. Namun, menurut laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, pajak yang dikenakan bukan untuk pengguna media sosial biasa, melainkan pada penghasilan yang diperoleh dari aktivitas digital berbasis over-the-top (OTT), seperti endorsement atau konten berbayar.
Seiring gelombang kritik terhadap kebijakan tersebut, nama Sri Mulyani menjadi pusat kecaman. Kolom komentar di akun Instagram pribadinya dibanjiri keluhan dari warganet. “Ibu ngga kasian sama rakyat?” tulis salah satu pengguna. “Ibu terlalu lama jadi menteri, mending ganti sama yang lebih muda,” ujar pengguna lain. Menanggapi situasi ini, tampaknya Sri Mulyani memilih membatasi interaksi publik dengan menonaktifkan atau membatasi komentar.
Kritik tersebut turut menyeret perhatian publik terhadap laporan harta kekayaan Sri Mulyani. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kekayaannya tercatat terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak 2019. Saat awal masa jabatan pada periode kedua mantan Presiden Joko Widodo, jumlah kekayaannya sebesar Rp47,5 miliar.
Hanya dalam lima tahun, nilai kekayaannya melonjak signifikan hingga mencapai Rp92,8 miliar pada akhir 2024. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun terakhir, dengan peningkatan mencapai Rp13 miliar. Kenaikan kekayaan tersebut didominasi oleh surat berharga, yang nilainya meningkat dari Rp11 miliar pada 2022 menjadi Rp34,9 miliar pada 2024.
Sri Mulyani diketahui memiliki 11 bidang tanah dan bangunan senilai Rp49,5 miliar di sejumlah wilayah seperti Tangerang Selatan, Tangerang, dan Jakarta Pusat. Sebagian aset itu diperoleh dari warisan. Ia juga tercatat memiliki empat kendaraan bermotor, termasuk satu mobil Toyota Innova Zenix keluaran 2024 dan tiga sepeda motor, salah satunya moge Honda Rebel CMX500 senilai Rp100 juta.
Selain itu, kas dan setara kas miliknya tercatat mencapai Rp16,5 miliar, serta aset bergerak lainnya sebesar Rp391 juta. Adapun porsi terbesar harta kekayaannya saat ini berasal dari surat berharga yang mencerminkan kepemilikan modal atau penyertaan investasi dalam perusahaan berbadan hukum, baik yang terdaftar di bursa maupun tidak.
Kenaikan harta ini turut memantik pertanyaan dari masyarakat di tengah kebijakan fiskal yang dinilai makin ketat. Pemerintah tetap menegaskan bahwa regulasi perpajakan yang baru diberlakukan demi memperluas basis pajak secara adil dan mendukung pembiayaan pembangunan nasional.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan