SAMARINDA – Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Andi Sofyan Hasdam, mengungkapkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki delapan calon Daerah Otonomi Baru (DOB) yang diusulkan untuk dimekarkan dari daerah induknya. Hal ini bergantung pada pencabutan moratorium oleh Kementerian Dalam Negeri.
Pernyataan itu disampaikan oleh Sofyan Hasdam—sapaan akrabnya—dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Perwakilan DPD RI Kaltim, Jalan Gajah Mada, Kelurahan Bugis, Kecamatan Samarinda Kota, Samarinda, pada Selasa (5/8/2025). “Di Kaltim itu ada delapan yang tercatat calon DOB, yakni usulan Kabupaten Kutai Utara, Kutai Tengah, Berau Pesisir Selatan, Benua Raya, Paser Selatan, Paser Tengah, Sangkulirang, dan Samarinda Baru. Namun, hanya Kabupaten Kutai Utara yang paling siap secara administrasi,” ujar Sofyan Hasdam.
Ia menegaskan bahwa DPD RI dari daerah pemilihan Kaltim siap menjadi jembatan untuk menyuarakan kepentingan daerah, agar tetap terdengar dan diakomodasi dalam pembahasan tingkat nasional. Ia juga menyebut pihaknya akan segera mengusulkan kepada pemerintah agar moratorium pemekaran daerah segera dicabut. “DPD RI akan terus memfasilitasi aspirasi daerah dan memastikan kebijakan pemekaran dan otonomi benar-benar memberikan manfaat langsung bagi masyarakat Kaltim,” katanya, menekankan komitmen lembaganya.
Dalam kesempatan itu, Sofyan juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan waktu antara pemilihan umum nasional dan daerah dengan jeda 2,5 tahun. Menurutnya, hal ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur pelaksanaan pemilu setiap lima tahun. “Saya tidak tahu kenapa jedanya justru 2,5 tahun, tapi yang pasti ini bisa bertabrakan dengan amanat UUD yang mengatur Pemilu setiap lima tahun,” ujarnya.
Ia juga mengomentari wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang menurutnya menimbulkan dilema di tengah masyarakat. “Ini dilematis. Kalau terus dibiarkan pemilu langsung, risikonya makin liar. Tapi kalau dikembalikan ke DPRD, publik bisa menganggap kita mundur dalam demokrasi,” ucap mantan Wali Kota Bontang ini.
Menutup pernyataannya, Sofyan menyoroti isu penting lainnya, yakni revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menurutnya terlalu menarik kewenangan daerah ke pusat. Ia menyebut bahwa semangat otonomi daerah seharusnya tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga harus tercermin dalam pengelolaan kewenangan, terutama di sektor pertambangan. “Zaman Orde Baru semua disedot ke Jakarta. Sekarang setelah reformasi, mestinya otonomi bukan hanya nama, tapi kewenangan juga harus dikembalikan,” tutup Sofyan Hasdam. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | penyunting : Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan