Dampak Perubahan Iklim: Petani Krayan Selatan Bingung Mulai Tanam dari Mana

NUNUKAN – Ratusan hektare sawah di wilayah Kecamatan Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, terancam gagal panen akibat kekeringan yang berkepanjangan. Minimnya curah hujan dalam beberapa bulan terakhir telah memicu krisis air, yang berdampak langsung terhadap keberlangsungan sektor pertanian, khususnya tanaman padi.

Camat Krayan Selatan, Oktavianus Ramli, mengungkapkan bahwa dari sekitar 300 hektare sawah yang ada, sebagian besar tidak mendapatkan pasokan air yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman secara optimal. “Kalau kekeringan ini terus berlangsung, sangat mungkin petani gagal panen tahun ini. Benih banyak yang gagal tumbuh. Yang tumbuh pun kecil, kerdil. Ini jelas akan mempengaruhi ketahanan pangan kita,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (6/8).

Menurutnya, meski hujan sempat turun dalam beberapa hari terakhir, intensitas dan volume air yang turun masih belum cukup untuk menyelamatkan keseluruhan lahan pertanian. Diperkirakan baru sekitar 30 persen petani yang mulai kembali melakukan penanaman. Sebagian besar lainnya masih menunggu kondisi yang lebih stabil untuk memulai kembali aktivitas pertanian mereka. “Kalau telat tanam, panennya juga telat, dan hasilnya tidak maksimal. Itu yang kita khawatirkan. Karena selama ini masyarakat di Krayan Selatan sangat bergantung pada hasil panen lokal,” tambahnya.

Kondisi kekeringan ini tak hanya mengganggu siklus produksi tahunan, tetapi juga memutus pola tanam tradisional yang selama ini mengikuti tanda-tanda alam. Perubahan iklim dan cuaca ekstrem membuat masyarakat kesulitan menyesuaikan musim tanam sebagaimana biasanya. “Dulu masyarakat tanam padi berdasarkan tanda-tanda alam. Tapi sekarang, karena cuaca berubah dan air tidak ada, mereka bingung mau mulai dari mana. Kalau kondisi ini terus berlanjut, bukan hanya hasil panen yang berkurang, tapi bisa-bisa tidak panen sama sekali,” jelas Oktavianus.

Selain menimbulkan risiko kerugian besar bagi petani, situasi ini juga dikhawatirkan menyebabkan kelangkaan beras lokal dalam beberapa bulan ke depan. Beras lokal selama ini menjadi sumber pangan utama masyarakat di wilayah pegunungan perbatasan itu.

Pemerintah Kabupaten Nunukan, menurutnya, telah berupaya menyediakan bantuan berupa mesin pompa air untuk irigasi darurat. Namun demikian, distribusi alat bantu tersebut ke wilayah Krayan Selatan masih terkendala oleh akses transportasi yang terbatas. “Alat bantu sudah ada. Tapi persoalannya distribusi ke Krayan Selatan belum bisa lancar. Jalan belum selesai, dan akses udara juga terbatas,” keluhnya.

Sementara itu, pemerintah kecamatan terus mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam memanfaatkan sumber air yang ada. Warga juga didorong untuk memperbaiki saluran irigasi dan membangun penampungan air berskala kecil secara swadaya di masing-masing desa. “Langkah antisipasi ini harus kita lakukan bersama-sama. Kita tidak bisa hanya menunggu hujan, tapi harus bersiap menghadapi kemungkinan gagal panen,” pungkasnya. []

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com