Sri Mulyani Samakan Pajak dengan Zakat: Keadilan untuk yang Membutuhkan

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyamakan kewajiban membayar pajak dengan zakat dan wakaf dalam ajaran Islam. Ia menegaskan bahwa dalam setiap harta yang dimiliki seseorang, terdapat hak orang lain yang kurang mampu.

“Dalam setiap rezeki dan harta yang kami dapatkan, ada hak orang lain. Caranya hak orang lain diberikan melalui zakat, wakaf, ada yang melalui pajak,” ujarnya dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah yang digelar secara daring pada Rabu (13/08/2025).

Sri Mulyani menjelaskan, pembayaran pajak merupakan bentuk penerapan prinsip keadilan. Dana yang terkumpul dari pajak, menurutnya, disalurkan melalui berbagai program pemerintah, antara lain bantuan sosial, dukungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), program keluarga harapan, hingga layanan kesehatan. “Kalau bicara keadilan, yang lemah kita bantu. Itu kembali kepada yang membutuhkan,” tambahnya.

Selain membahas pajak, Bendahara Negara tersebut mengungkapkan arah kebijakan ekonomi dan fiskal tahun 2026 yang akan berfokus pada kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi. Ia menilai, kedaulatan sebuah negara tidak mungkin tercapai jika tidak mampu menjaga ketahanan pangan dan energi. “Tidak ada negara yang mampu menjaga kedaulatannya dan memakmurkan rakyat apabila tidak mampu kalau tidak bisa memenuhi energi dan pangan,” tuturnya.

Dalam kerangka strategi jangka menengah, pemerintah menetapkan delapan program prioritas. Program tersebut mencakup ketahanan pangan, ketahanan energi, penyediaan makan bergizi gratis, pendidikan, kesehatan, pembangunan desa, koperasi dan UMKM, pertahanan semesta, serta percepatan investasi dan perdagangan global. Sri Mulyani menekankan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen penting dalam menjalankan program tersebut. Melalui APBN, pemerintah dapat memberikan subsidi pupuk kepada petani yang membutuhkan. “Instrumen APBN untuk mewujudkan keadilan. Secara substansi itu ekonomi syariah,” katanya.

Di samping itu, pemerintah juga merancang strategi jangka pendek yang terdiri dari tiga program utama, yakni menjaga stabilitas ekonomi, melindungi dunia usaha serta daya beli masyarakat, dan mengamankan APBN. Ketiga program ini diharapkan mampu memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah dinamika global.

Sri Mulyani turut menyoroti pentingnya peran korporasi dalam penerbitan instrumen keuangan berbasis syariah, khususnya sukuk. Ia menyebut mayoritas sukuk di Indonesia saat ini masih diterbitkan oleh negara. “Korporasi perlu didorong lebih banyak lagi. Tanpa itu Indonesia tidak ada tembus radar yang cukup tinggi. Baik lokal maupun global,” ucapnya.

Menurut mantan Managing Director Bank Dunia tersebut, Indonesia memiliki peran penting dalam pengembangan instrumen keuangan Islam melalui dua produk unggulan, yaitu Sukuk Hijau dan Cash Waqf-Linked Sukuk (CWLS). Indonesia bahkan menjadi negara pertama yang menerbitkan Sukuk Hijau Sovereign di dunia, dengan total penerbitan di pasar global mencapai US$ 7,7 miliar dan di pasar domestik sebesar Rp 84,72 triliun, termasuk untuk investor ritel. Sementara itu, CWLS yang mulai dikembangkan pada 2020 telah mencatat penerbitan senilai Rp 1,17 triliun.

Bagi masyarakat kelas menengah, Sri Mulyani menilai diperlukan instrumen investasi yang aman dan produktif. “Bisa meletakkannya di bank syariah yang kita sudah merger agar terjadi skala besar dengan reformasi UU P2SK,” pungkasnya.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com