Sahroni soal Tunjangan Rumah DPR Rp 50 Juta: Bukan Fantastis, Itu Biasa

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, memberikan penjelasan terkait tunjangan rumah anggota dewan yang mencapai Rp 50 juta per bulan. Ia meminta masyarakat tidak hanya menyoroti nominal yang dianggap tinggi, melainkan melihat konteks dan tujuan pemberian tunjangan tersebut.

“Jadi jangan dilihat karena nilai uangnya, wow, fantastis. Nggak, itu biasa sebenarnya. Cuman kan ada orang yang nggak senang, wow gila DPR semau-maunya gitu. Dapet duit senang-enaknya ngelakuin hal. Nggak,” ujar Sahroni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/08/2025).

Sahroni menjelaskan bahwa anggota DPR akan menyalurkan sebagian rezeki yang diterima kepada masyarakat. Namun, setiap anggota memiliki cara sendiri dalam mendistribusikan hal tersebut. “Kita-kita orang adalah perwakilan yang dinamai adalah pejabat publik yang juga digaji oleh masyarakat. Uangnya pasti kembali ke masyarakat. Tanpa perlu dikasih tahu ya ini uangnya, uang gajian gue, gue kasih ya sama kalian. Nggak perlu,” tambah Legislator dari Partai NasDem itu.

Ia menekankan, 580 anggota DPR memiliki empati dan keberpihakan terhadap masyarakat masing-masing. Tunjangan yang diterima menurutnya lebih efisien dibandingkan fasilitas rumah dinas sebelumnya. Sahroni menilai perawatan rumah dinas membutuhkan biaya jauh lebih besar dibanding tunjangan tunai sebesar Rp 50 juta per bulan.

“Kalau dikasih fasilitas rumah, itu biayanya akan lebih mungkin 10 kali lipat dari yang dikasih tunjangan kepada anggota DPR, sebanyak Rp 50 juta. Kenapa, karena biaya perawatan itu tak terhingga, banyak rusak AC-lah, perlengkapan di dalamnya. Kenapa waktu itu banyak yang dikasih masukan, lebih baik dikasih tunjangan tunai. Dimana tidak memberatkan negara, agar posisinya tidak, anggaran negaranya tidak terganggu,” jelas Sahroni.

Menurutnya, pengelolaan rumah dinas menghadirkan beragam masalah, termasuk biaya perbaikan yang bisa terus bertambah. “Cuma ngurusin rumah jabatan DPR, 580 anggota DPR, kalau-kalau rumahnya, dia masing-masing beda-beda tuh kasusnya. Misalnya kayak gue, gue 3 periode tidak pernah rumah jabatan misalnya, nah itu biaya perbaikan terus dikerjain kalau ada kerusakan,” ujar Sahroni.

Ia menambahkan, jika terus-menerus dilakukan perawatan rumah dinas, pengeluaran akan semakin membengkak. Oleh karena itu, tunjangan tunai dianggap lebih ringan dan efisien bagi negara. “Bayangin, kalau akhirnya terus-terusan setiap tahun demikian bengkak, makanya dikasih tunjangan tunai. Lebih ringan sebenarnya,” imbuhnya.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com