JAKARTA – Isu mengenai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2026 sempat menimbulkan perdebatan di ruang publik. Kabar tersebut mencuat setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah perlu melakukan penyesuaian pembiayaan untuk menjaga keberlanjutan program kesehatan nasional serta stabilitas keuangan negara.
Dalam penjelasannya, Sri Mulyani menyebut bahwa pendanaan perlu dirancang secara menyeluruh dengan memperhatikan keseimbangan tanggung jawab antara masyarakat sebagai peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. “Dalam kerangka pendanaan, skema pembiayaan perlu disusun secara komprehensif untuk menjaga keseimbangan kewajiban antara tiga pilar utama yakni masyarakat/peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah,” ujarnya. Ia menambahkan, “Untuk itu, penyesuaian [kenaikan] iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program.”
Meski demikian, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, menegaskan bahwa tidak ada rencana menaikkan tarif iuran peserta BPJS Kesehatan pada 2026. Menurutnya, yang meningkat adalah anggaran negara untuk memperkuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), bukan beban iuran yang ditanggung masyarakat. “Kenaikan anggarannya ada. Bukan tarifnya, perbaikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” kata Luky kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jumat (22/08/2025).
Ia menjelaskan tambahan anggaran tersebut masuk ke dalam belanja fungsi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan. Dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp244 triliun, naik 15,8 persen dari outlook 2025 sebesar Rp210,6 triliun.
Dari total dana itu, sekitar Rp123,2 triliun diperuntukkan bagi layanan kesehatan masyarakat. Alokasi terbesar akan digunakan untuk subsidi iuran JKN, mencakup 96,8 juta penerima bantuan iuran (PBI) dan 49,6 juta peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU). Total anggaran subsidi tersebut mencapai Rp69 triliun.
Dengan demikian, klarifikasi pemerintah menegaskan bahwa fokus utama bukan pada kenaikan iuran peserta, melainkan pada penambahan dukungan anggaran negara untuk memastikan program kesehatan nasional tetap berjalan dan mampu melindungi masyarakat luas.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan