SUMATERA UTARA – Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ahmad Sahroni menanggapi derasnya kritik publik yang belakangan ramai di media sosial terkait desakan pembubaran DPR. Desakan itu muncul setelah mencuatnya sorotan mengenai besaran gaji dan tunjangan anggota legislatif yang mencapai ratusan juta rupiah.
Sahroni menilai gagasan pembubaran DPR merupakan pemikiran yang keliru dan tidak rasional. Ia bahkan menggunakan istilah keras untuk menggambarkan sikap tersebut. “Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita,” ujarnya saat kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara, Jumat (22/08/2025).
Meski demikian, ia menegaskan bahwa kritik merupakan hal yang wajar dan tidak dilarang. Hanya saja, menurutnya, ada tata cara dan etika dalam menyampaikan pendapat. “Bubarkan DPR, kadang kadang nih ya masyarakat boleh kritik, boleh komplain boleh caci maki, enggak apa apa kita terima, tapi ada adat istiadat yang mesti disampaikan,” katanya.
Lebih jauh, Sahroni menilai tanpa DPR fungsi legislasi, pengawasan, dan representasi rakyat tidak akan berjalan. “Apakah dengan bubarkan DPR emang bisa meyakinkan masyarakat bisa menjalani proses pemerintahan sekarang ini? Belum tentu. Maka jangan menyampaikan hal hal seenaknya. Bubarkan DPR, jangan. Memang yang ngomong itu rata rata orang yang nggak pernah jadi duduk di DPR,” ucapnya.
Politikus Partai NasDem itu menambahkan bahwa dirinya dan rekan-rekan di DPR tidak menutup diri dari kritik. Namun ia berharap kritik yang diberikan dapat menjadi masukan yang membangun. “Kita boleh dikritik, mau bilang anjing, babi, bangsat enggak apa apa, mampus nggak apa apa. Tapi ingat bahwa kita selaku wakil rakyat juga punya kerja kerja, juga punya empati. Silahkan kritik mau ngapain saja boleh. Tapi jangan mencaci maki berlebihan,” ungkapnya.
Sahroni juga mengingatkan bahwa anggota DPR hanyalah manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. “Tapi ada cara tata kelola bagaimana menyampaikan kritik yang harus dievaluasi oleh kita. Kita memang belum tentu benar. Belum tentu hebat, nggak. Tapi minimal kita mewakili kerja kerja masyarakat yang mumpuni untuk teman teman masyarakat semuanya,” ucapnya.
Di sisi lain, Sahroni turut menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer alias Noel. Ia menyebut OTT kali ini sesuai prosedur karena dilengkapi bukti dan transaksi. “Saya juga apresiasi KPK karena kali ini tegas menyebut OTT, dan memang sesuai faktanya: ada orangnya, ada transaksinya, dan ada buktinya. Jadi memang sesuai dengan definisi OTT yang sesungguhnya,” kata Sahroni.
Ia menilai langkah KPK tersebut menunjukkan keberanian dalam menindak tanpa pandang bulu. Namun Sahroni mengingatkan bahwa dalam kasus lain, seperti yang menjerat Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, ia pernah mengkritisi penggunaan istilah OTT. Bahkan dalam rapat kerja Komisi III, ia meminta agar istilah tersebut didefinisikan ulang.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan