Prabowo Tegas: Tak Ada Ampunan bagi Pejabat Korup

JAKARTA – Istana menegaskan sikap Presiden Prabowo Subianto yang tidak akan memberi perlindungan bagi pejabat pemerintahan yang tersangkut kasus korupsi. Pernyataan ini muncul menyusul permintaan amnesti dari mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyampaikan bahwa Presiden Prabowo konsisten mengingatkan seluruh jajaran pemerintahan untuk menjauhi praktik korupsi. “Presiden juga pernah menyampaikan tidak akan membela bawahannya yang terlibat korupsi. Jadi, kita serahkan saja sepenuhnya kepada penegakan hukum, biar proses hukum yang membuat semua ini terang benderang,” ujar Hasan, Jumat (22/08/2025) lalu.

Beberapa jam setelah penetapan tersangka, Presiden langsung menandatangani keputusan pemberhentian Immanuel Ebenezer dari jabatannya. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan, “Bapak Presiden telah menandatangani putusan Presiden tentang pemberhentian Saudara Immanuel Ebenezer dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Selanjutnya, kami menyerahkan seluruh proses hukum untuk dijalankan sebagaimana mestinya. Dan kami berharap ini menjadi pembelajaran bagi kita semuanya terutama bagi seluruh anggota Kabinet Merah Putih dan seluruh pejabat pemerintahan.”

Kasus ini menjadikan Immanuel Ebenezer, yang akrab disapa Noel, sebagai anggota Kabinet Merah Putih pertama yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi sejak pemerintahan Prabowo berjalan kurang dari setahun. Noel ditangkap bersama sepuluh orang lain dalam operasi tangkap tangan di Jakarta pada Kamis (21/08/2025). Meski begitu, ia menolak disebut terlibat pemerasan. Ia menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden dan berharap memperoleh amnesti.

KPK menyebut operasi bermula dari laporan buruh yang menjadi korban dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) serta sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, “Ada informasi dari masyarakat. Masyarakat itu tenaga kerja, yaitu buruh.”

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, penyelidikan telah dilakukan sejak akhir 2024 dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari hasil penelusuran, ditemukan praktik pungutan yang berulang. Bahkan, tarif resmi sertifikasi K3 sebesar Rp275.000 melonjak hingga Rp6 juta di lapangan.

Kasus ini memperlihatkan bagaimana praktik penyalahgunaan kewenangan masih menjadi ancaman serius, dan istana menegaskan sikap Presiden Prabowo yang menyerahkan seluruhnya kepada proses hukum tanpa intervensi.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com