Polemik PETI di Sambas, Mahasiswa Desak Hentikan Perusakan Sungai

SAMBAS – Polemik pencemaran Sungai Sambas akibat aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terus menuai sorotan. Sejumlah kepala desa di Kecamatan Sejangkung bahkan mendatangi Polda Kalimantan Barat pada Senin (25/08/2025) untuk melaporkan kerusakan sungai yang dinilai semakin parah. Langkah itu ditempuh karena penanganan di tingkat daerah dianggap lamban dan tidak memberi solusi nyata bagi masyarakat.

Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (DEMA FH) Sambas, Luffi Ariadi, menegaskan kerusakan Sungai Sambas bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi sudah menjadi bukti kelalaian negara dalam melindungi rakyat. Ia menilai DPRD Sambas gagal menjalankan fungsi pengawasan, sementara masyarakat setiap hari harus menanggung beban akibat air yang tak layak konsumsi.

“Konstitusi jelas menjamin hak rakyat atas lingkungan hidup yang sehat. UUD 1945 Pasal 28H, UU No. 32 Tahun 2009, hingga UU Minerba Pasal 158 sudah tegas mengatur. Pelaku PETI bisa dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Tapi faktanya, masyarakat kita tetap menderita karena air keruh dan harus membeli air bersih setiap hari,” ujarnya.

Ia juga menyoroti alokasi anggaran lingkungan hidup dalam APBD Sambas yang dinilai tidak sejalan dengan kondisi lapangan. “DPRD jangan sibuk mengurus proyek, sementara rakyat mati perlahan karena krisis air bersih. Kami mahasiswa mendesak aparat hukum menghentikan PETI dan mengusut aktor besar di balik tambang ilegal, bukan sekadar pekerja kecil. Kami juga menuntut DPRD segera membentuk Pansus Lingkungan Hidup serta membuka transparansi penggunaan APBD,” tegasnya.

Luffi menambahkan, mahasiswa siap menempuh langkah hukum jika pemerintah daerah maupun DPRD tidak segera bertindak. “Kami berikan ultimatum. Bila tuntutan diabaikan, mahasiswa akan menggerakkan aksi massa besar, menuntut audit BPK terhadap APBD, hingga menempuh jalur hukum class action bersama masyarakat terdampak,” katanya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sambas, Muhammad Farhan, juga menyayangkan lemahnya peran wakil rakyat. Menurutnya, kerusakan Sungai Sambas telah merampas sumber kehidupan warga. “Ini sangat disayangkan, karena Sungai Sambas adalah sumber kehidupan sehari-hari masyarakat, termasuk biota sungai yang jadi potensi alam. Kini sungai keruh akibat PETI. Seharusnya pemerintah daerah maupun DPRD Sambas segera bersikap dan menyampaikan permasalahan ini ke aparat penegak hukum agar cepat diatasi,” tuturnya.

Farhan juga mempertanyakan mengapa kepala desa harus turun langsung melapor ke kepolisian. “Sampai kepala desa sendiri yang harus melapor ke Polda Kalbar, lalu di mana peran DPRD Sambas sebagai perwakilan rakyat? Ini yang menjadi pertanyaan besar,” tambahnya.

Ia menegaskan, pemuda dan mahasiswa tidak akan tinggal diam. “Kami mendukung penuh agar masalah ini segera diselesaikan. Jangan sampai berlarut, sungai harus kita jaga karena menyangkut masa depan masyarakat,” pungkasnya.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com